Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis Musiman nan Menjanjikan

Kompas.com - 31/12/2008, 13:28 WIB

Oleh: Agnes Swetta Pandia

Puluhan perajin sekaligus pedagang terompet hampir sepekan terakhir sudah menempati emperan toko di sepanjang Jalan Kapasan, Surabaya. Mereka umumnya berasal dari sejumlah desa di Kecamatan Sukodadi, Kabupaten Lamongan.

Menjadi perajin sekaligus pedagang terompet dilakoni sejak Oktober setiap tahun. Bisnis musiman itu berakhir persis tanggal 31 Desember. "Bisnis ini musiman dan waktunya sangat singkat, tetapi hasilnya menjanjikan," kata Rokib (47), sambil terus mengerjakan terompet di emperan toko tersebut.

Menjelang akhir tahun, jumlah perajin dan pedagang terompet pun bertambah. Bukan hanya istri atau anak yang diboyong ke Surabaya dan tidur beralaskan kardus atau tikar. Kerabat pun diajak untuk memasarkan terompet berbagai model tersebut di segala sudut Kota Surabaya.

Seperti diungkapkan Sutiari (45), yang sudah hampir 10 tahun menjalani bisnis musiman itu, sejak Oktober 2008 dia mengerjakan sedikitnya 5.000 terompet berbagai jenis untuk dikirim ke sejumlah kota di Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Maluku, hingga Papua. "Permintaan dari luar Pulau Jawa terus meningkat, sekarang tinggal menjual sisa terompet," kata ibu dari dua putra tersebut.

Model terompet yang dipesan pedagang dari berbagai kota tersebut juga beragam. "Selera pemesan dari setiap kota berbeda. Jadi harus membuat model terompet yang lebih banyak dan suaranya harus tetap nyaring," katanya.

Menurut Marni (35), pada tahun 2008 model terompet teranyar seperti ayam dan capung. Biasanya setiap ada model baru dimunculkan, pasti diikuti pedagang lain yang juga memiliki keahlian membuat terompet.

Terompet yang dijual beragam bentuk, ukuran, dan harga. Terompet berbentuk ikan lele dengan ukuran panjang lebih kurang 50 sentimeter dijual seharga Rp 15.000 per buah.

Ada juga yang berupa alat musik tiup tuba dengan panjang 60 sentimeter, seharga tak kurang dari Rp 30.000 per buah. Bahkan jika konsumen ingin terompet seharga Rp 5.000 - Rp 15.000, bisa diperoleh di sekitar Jalan Kapasan atau Jalan Kembang Jepun.

Menurut Suki (36), harga terompet cenderung meningkat karena harga bahan baku, seperti kertas warna dan lem juga mahal. Bahkan sekarang menjual terompet juga kurang leluasa karena Pemerintah Kota Surabaya melarang pedagang musiman itu memanfaatkan jalan protokol, seperti Jalan Raya Darmo. "Penghasilan tahun ini makin merosot karena lokasi berjualan terompet makin sempit. Justru pedagang harus rela hanya berjualan di kompleks perumahan," katanya.

Dengan modal rata-rata Rp 1,5 juta, setiap pedagang bisa mengantongi sekitar Rp 3 juta. "Hitung-hitung buat uang tambahan. Lagi pula ini hanya sekali dalam setahun," ujar Rokib, yang sudah memboyong istri dan dua kerabatnya untuk memasarkan terompet ke pelosok Kota Surabaya.

Bisnis terompet hanya berlangsung selama dua bulan. Kendati demikian, pemain di sektor usaha musiman dengan modal kecil ini terus bertambah. Model terompet pun tidak ada yang istimewa karena setiap ada model baru, semua perajin pasti memproduksi.

Bagi pedagang terompet yang juga membuka bengkel usaha di emperan pertokoan tersebut, bisnis musiman itu tetap menjanjikan. "Masih ada untung meski tak banyak sebab harus membiayai makan kerabat yang diajak sebagai tenaga pemasaran," kata Suki yang setiap tahun menikmati keuntungan dari terompet.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com