Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksotisme Tas Kulit Ular

Kompas.com - 05/04/2010, 08:05 WIB

Irma Tambunan

KOMPAS.com — Ular merupakan reptil yang menakutkan bagi sebagian orang. Namun, di mata Tina Sofa (37), ular justru memiliki nilai estetis dan ekonomis. Setelah diolah menjadi aksesori, kulit ular terlihat eksotis dan menggiurkan untuk dimiliki. Tina sebelumnya berkarier sebagai pegawai swasta selama tujuh tahun.

Awal tahun lalu, seorang penangkap ular datang ke rumahnya untuk meminjam uang. Tebersit rasa iba, ia pun memberikan sejumlah uang sekaligus menanyakan tentang pekerjaan orang tersebut. Dari situlah muncul ketertarikan terhadap ular.

Ternyata, sangat mudah menemukan ular di persawahan, perkebunan sawit, ataupun hutan. Yang dapat ditangkap adalah yang tidak dilindungi, seperti ular sanca batik atau Python reticulatus. Jenis ular ini memiliki motif kulit yang eksotis berwarna kuning keemasan dan kuning kecoklatan, tetapi harga jualnya cukup tinggi.

Semula, Tina menjadi penampung ular dan kulit ular untuk dijual ke Jakarta. Belakangan, ia baru menyadari bahwa harga kulit ular yang dijual tersebut sangat tidak sebanding jika sudah diolah menjadi produk jadi.

Kalangan pengusaha di Jakarta dan Bali bisa menjual produk tas dan sepatu berbahan kulit ular dengan harga belasan hingga puluhan juta rupiah per buah.

Ia pun terdorong mencari cara untuk memanfaatkan kulit ular menjadi produk siap pakai. ”Saya langsung browsing internet tentang proses penyamakan hingga penjahitan tas dari bahan kulit reptil,” kenang pemilik usaha CV Mitra Kencana Makmur, yang telah terdaftar di Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, itu.

Menurut Tina, sangat sulit mendapatkan tenaga kerja yang mampu menyamak kulit reptil. Apalagi di Kota Jambi, tempat Tina tinggal sejak masa kecil, belum ada industri yang bergerak dalam bidang tersebut. Ia pun mendatangkan tenaga penyamak dari Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Pada uji coba awal, hasil penyamakan ternyata tidak sebaik yang dikira. Kulit menjadi keras dan kaku. Tina begitu kecewa. Terlebih lagi, dua mesin jahit bekas yang dibelinya dari si tenaga penyamak tersebut ternyata rusak.

Namun, Tina tidak putus asa. Ia terus menjelajahi pusat-pusat industri penyamakan kulit. Di Karawang, Jawa Barat, ia mendapatkan seorang buruh penyamakan, yang kemudian diboyong ke Jambi.

Untuk mengolah kulit ular menjadi produk setengah jadi yang berkualitas baik, dibutuhkan proses penyamakan cukup panjang. ”Paling tidak, kami menggunakan sekitar 15 bahan kimia untuk kegiatan penyamakan. Prosesnya bisa berlangsung seminggu lamanya untuk menyamak setiap kulit,” ujar Tina.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com