Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simbiosis Mutualisme dalam Mi Instan

Kompas.com - 08/09/2010, 17:15 WIB

Halaman Monumen Jogja Kembali menjadi area parkir 26 bus dan 170 motor. Ceria tergambar di wajah penumpangnya. Kardus-kardus dan tas berjejalan di bus yang kacanya ditempeli kertas bertulis nama desa. Itulah gambaran mudik bersama sekitar 1.500 keluarga pedagang mi instan dan bubur kacang hijau yang membuka usaha di DIY.

Iing Durahim (41), pengusaha warung mi instan sejak 1993, naik bus yang kacanya bertulis "Desa Kertayasa". "Ada tiga bus untuk desa saya," kata Koordinator Pedagang Indomie Rebus Yogyakarta itu. Ia ingin segera menjumpai istri dan empat anaknya di kampung halaman di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Meski sesekali pulang kampung, mudik Lebaran tetap spesial dan wajib.

"Mudik bareng teman-teman sekabupaten, sekampung, menyenangkan. Sekali setahun, kami punya kesempatan sekaligus silaturahmi jika tak sempat melakukan saat Lebaran," ujarnya.

Tiga bus berisi 150 orang tentu jumlah besar untuk ukuran warga satu desa yang merantau dan berprofesi sama. Ikatan persaudaraan masyarakat Kuningan memang kental.

Di Yogyakarta, Iing punya 7 karyawan dari Kuningan di 3 warungnya. Apa yang ia jalani semacam "estafet balas budi". Dahulu, ia "ngenger" kerja di warung mi instan kakaknya. Sistem semacam itulah yang membuat populasi pengusaha mi asal Kuningan membesar, bertambah sekitar 200 orang per tahun.

Produsen mi, Indofood, merespons itu. Sejak 2002, mereka memfasilitasi mudik bersama ujung tombak pemasaran mereka itu. Kira- kira mereka berprinsip, "Anda loyal, kami royal". Itulah kultur bisnis.

Tahun ini, selain di Yogyakarta, mudik bareng juga digelar di Semarang dan Purwokerto, Jawa Tengah. Di Semarang dan Purwokerto terdapat sekitar 300 dan 100 pedagang. "Yogyakarta terbanyak karena paling banyak pelajarnya," ujar Abdurachmat, Manajer PT Indofood Sukses Makmur Tbk Noodle Division Jateng-DIY .

Dengan asumsi satu warung (di Yogyakarta ada sekitar 1.500 warung) habis dua kardus mi instan maka 3.000 kardus habis dalam sehari. Satu kardus berisi 40 bungkus. Jika satu bungkus Rp 1.000, nilai transaksi sehari Rp 120 juta.

Abdurachmat sadar betul, pedagang adalah garda depan pemasaran karena itu harus benar-benar dijaga.

Memfasilitasi mudik bareng adalah bagian menjaga loyalitas itu, bukan persoalan lain. Di sana berlaku prinsip: bisnis adalah seni mencapai dan menjaga keuntungan. (PRA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com