Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Robert Edwards, "Bapak" Bayi Tabung

Kompas.com - 14/10/2010, 04:12 WIB

Oleh Indira Permanasari

Robert Geoffrey Edwards memberikan celah kepada pasangan yang menemui jalan buntu untuk mempunyai keturunan. Teknik bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) yang dikembangkannya membantu jutaan anak lahir dan menghadirkan senyum orangtua, sekaligus menyulut kontroversi dengan kelompok religius. 

Edwards boleh berbahagia saat kerja kerasnya sejak 30 tahun lalu itu mendapatkan penghargaan internasional bergengsi, Nobel Bidang Kedokteran.

Sekitar empat juta orang terlahir dengan bantuan IVF. Banyak di antara mereka telah dewasa dan menjadi orangtua. Bayi tabung pertama di dunia, Louise Brown, yang kini berusia 32 tahun, berkomentar, ”Saya dan ibu saya senang, seorang pionir dari teknik bayi tabung akhirnya diberikan penghargaan yang sudah selayaknya dia terima.” Louise Brown telah menikah dan mempunyai satu anak dengan pembuahan alami.

Di Indonesia, teknik bayi tabung pertama kali diterapkan di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita, Jakarta, tahun 1987. Bayi tabung pertama Indonesia itu lahir pada 2 Mei 1988.

Sekitar 10 persen pasangan di dunia mengalami ketidaksuburan (infertilitas). Penyebab infertilitas, antara lain, gangguan pada sperma, sumbatan saluran telur, endometriosis, gangguan perkembangan sel telur, dan sebab yang tak dapat dijelaskan. Jika penanganan gangguan reproduksi tak berhasil, program bayi tabung menjadi harapan.

Lewat program bayi tabung, pembuahan sel telur dilakukan di luar tubuh. Sel telur diambil dari indung telur dan dibuahi dengan sperma yang sudah disiapkan di laboratorium. Embrio yang telah terbentuk (stadium 4-8 sel) lalu ditanamkan kembali ke rahim ibu, biasanya 2-3 embrio guna memperbesar peluang kehamilan. Embrio itu diharapkan tumbuh sebagaimana layaknya pembuahan alamiah.

Meniru kelinci

Sejak awal 1950-an, Edwards telah membayangkan betapa teknik pembuahan di luar tubuh mampu membantu pasangan mengatasi masalah infertilitas. Penelitian oleh ilmuwan lain sebelumnya berhasil menunjukkan sel telur dari kelinci dapat dibuahi di cawan petri dengan menambahkan sperma.

Edwards memutuskan menginvestigasi kemungkinan cara serupa diterapkan kepada manusia. Hasilnya, tidak terlalu memuaskan lantaran sel telur manusia mempunyai siklus hidup berbeda dibandingkan kelinci.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com