Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Obat Naik hingga 10 Persen

Kompas.com - 12/02/2011, 07:10 WIB

Jakarta, Kompas - Sejak Januari harga obat naik hingga 10 persen. Namun, kenaikan harga beberapa obat yang mengandung parasetamol mencapai 43 persen. Kenaikan ini membuat warga khawatir tidak dapat membayar biaya pengobatan karena tak semua obat ditanggung Pemerintah.

Kenaikan harga obat ini sudah terjadi dari pabrik. Sarno (46), pemasar obat dari PT Aktive, mengaku ada peningkatan harga obat mulai 5 persen sampai 10 persen. Meski harga meningkat, permintaan pasar tetap tinggi. Dia mengaku tidak tahu apa penyebab peningkatan harga obat. ”Dari pabrik sudah naik, kami hanya menjual,” katanya.

Di tingkat apotek, peningkatan harga obat bahkan ada yang sampai 43 persen. Peningkatan ini terjadi pada berbagai jenis obat, seperti antibiotik, vitamin, dan obat batuk yang mengandung parasetamol.

Peningkatan harga obat, kata Yeyen, karyawan Apotek Mutiara 1, Depok, awalnya terjadi pada obat China saja. Namun, peningkatan harga kini mulai merembet ke obat kimia. Tidak hanya itu, peningkatan harga obat juga terjadi pada obat generik. Dia mencontohkan amoksilin yang semula Rp 28.000 menjadi Rp 32.000 per kotak isi 100 tablet.

Kenaikan harga obat ini tentu membuat warga kurang mampu khawatir. ”Tidak semua obat ditanggung pemerintah. Kami harus bayar sebagian. Padahal, saya sudah seminggu di sini,” Cecep (33), warga Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, peserta program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Depok.

Cecep yang menderita demam berdarah sudah mendengar bahwa harga obat meningkat. Dia berharap segera meninggalkan rumah sakit karena biaya semakin membengkak.

Kekhawatiran serupa disampaikan oleh Wati (35), buruh pabrik garmen di Cilangkap, Depok. Wati terlihat cemas ketika mendampingi keluarganya yang menjalani perawatan kanker hati di RSUD Depok. Wati yang berpenghasilan Rp 30.000 per hari khawatir jika jatuh sakit.

Ibu tiga anak ini tidak memiliki sandaran pendapatan yang kuat untuk mengganti ongkos obat karena suaminya bekerja sebagai tukang ojek.

Sementara itu, manajemen rumah sakit swasta yang melayani pasien pengguna Jamkesda mengkhawatirkan kenaikan obat bakal membebani rumah sakit. Pasalnya, mereka melayani pasien sesuai dengan paket per penyakit yang harganya ditentukan pemerintah.

Dampaknya akhir bulan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com