Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bayi Terlahir Autis Terus Meningkat

Kompas.com - 11/07/2011, 06:19 WIB

Jakarta, Kompas - Peluang bayi terlahir autis di Indonesia meningkat drastis, yakni 1 kasus dari 165 kelahiran bayi. Orangtua diimbau waspada mengenali gejala autisme anak sejak dini agar memudahkan penanganannya.

Itu diungkapkan dokter sekaligus motivator anak berkebutuhan khusus, Kresno Mulyadi SpKJ, pada peluncuran bukunya berjudul Autism is Treatable, Minggu (10/7) di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi The London School, Jakarta.

Satu setengah dasawarsa lalu, lanjut dia, jumlah autisme sekitar 4 kasus dari 10.000 kelahiran. Namun, jumlah itu kini melonjak. Versi Kementerian Pendidikan Nasional, 1 berbanding 500 kelahiran. Kresno memakai definisi autisme secara lebih luas, yaitu gangguan spektrum autis.

”Gangguan ini sifatnya luas, mulai yang ringan hingga berat. Gangguan ringan biasanya lolos dari deteksi (orangtua) pada usia di bawah 5 tahun. Namun, mulai menimbulkan masalah serius saat anak mulai sekolah, misalnya di kelas 4 SD. Ia jadi fobia sekolah,” ujar dia.

Hingga kini, penyebab pasti autisme belum ditemukan. Berdasarkan sejumlah riset, diketahui sejumlah faktor memengaruhi munculnya autisme. ”Misalnya, saat trimester (kehamilan) pertama, ibu mengalami pendarahan sehingga pasokan oksigen ke otak bayi tak optimal,” ucapnya.

Faktor lain inveksi virus semacam toksoplasma dan herpes. Lalu, kontaminasi logam berat, seperti timbal, merkuri, dan kadmium. Pencemaran udara atau makanan laut tercemar juga potensi memicu autisme atau gangguan otak lain pada janin.

Gejala autisme anak bisa dikenali sejak usia 1-2 tahun. ”Ada beberapa gejala, misalnya emosi tak stabil, anak suka jalan berjinjit, menjatuhkan atau melukai diri sendiri, lompat-lompat di tempat tidur atau mudah asyik dengan mainannya sendiri,” kata Kresno.

Dengan mengenali gejala sejak dini, autisme lebih mudah ditangani. Meskipun autisme belum bisa disembuhkan, dengan penanganan baik, misalnya terapi, gejala autisme penderitanya bisa dikurangi. ”Misalnya, kecenderungan repetisi (mengulang perbuatan) bisa berkurang, komunikasi lebih baik,” ucapnya.

Perhatian pemerintah

Menurut Praptono dari Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Kementerian Pendidikan Nasional, autisme kini menjadi perhatian khusus pemerintah. Sebab, prevelansi kasusnya terus meningkat. Kini kasus autis tak lagi didominasi kalangan mampu.

”Selama ini yang dikeluhkan layanan terapi (autis) masih sangat mahal. Untuk itu, kami akan membangun autis center, pusat penanganan dan rehabilitasi autisme di lima daerah, akhir tahun ini. Setiap daerah mendapat bantuan Rp 5 miliar untuk pembangunannya sehingga pelayanannya (terapi) murah” ujarnya.

Namun, ia enggan menyebut daerah mana saja yang akan berdiri pusat penanganan anak autis. Penentuan daerah bergantung populasi anak autis di daerah dan kesiapan pemda. (JON)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com