Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gugatan Halimah Bukan Hanya Membela Dirinya

Kompas.com - 21/09/2011, 11:50 WIB

KOMPAS.com —  Mantan istri Bambang Triatmodjo, Halimah Agustina Kamil, pantang menyerah membela hak perempuan, terutama terkait perceraian. Halimah menggugat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurutnya, beberapa poin dalam Undang-Undang tentang Perkawinan tersebut merugikan perempuan. Pandangan Halimah ini sejalan dengan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang menilai UU No 1/1974 tentang Perkawinan masih diskriminatif terhadap perempuan.

Pengalaman pribadi Halimah, yang resmi bercerai pada 23 Desember 2010 (setelah pengajuan peninjauan kembali oleh Bambang diterima Mahkamah Agung), menjadi dasar perjuangannya. Namun, upaya Halimah meminta Mahkamah Konstitusi menguji kembali UU No 1/1974 tentang Perkawinan bukan sekadar untuk membela dirinya. Halimah, dengan pendampingan kuasa hukumnya, melakukan tindakan yang juga membela hak asasi kaum hawa.

"Halimah adalah perempuan yang punya keberanian dan pengetahuan baik. Hampir tidak ada kasus pribadi yang dibawa kepada pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi. Upaya Halimah terhadap kepentingan hukumnya adalah juga untuk kepentingan perempuan lainnya," kata Ninik Rahayu, Komisioner Komnas Perempuan, saat dihubungi Kompas Female, Selasa (20/9/2011).

Ninik yang anggota Subkomisi Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan menjelaskan, pembelaan yang dilakukan Halimah atas dirinya adalah juga pembelaan terhadap hak asasi perempuan.

Untuk keadilan

Bahkan, seorang Halimah, yang mempunyai akses ekonomi dengan mampu membayar pengacara juga memiliki akses informasi dan pengetahuan, masih diperlakukan tidak adil. Lantas bagaimana dengan perempuan lain yang tidak memiliki berbagai akses tersebut, lanjut Ninik.

Hingga saat ini, Komnas Perempuan masih melakukan pemantauan terhadap gugatan Halimah mengenai UU No 1/1974 tentang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi.  Jika memang dibutuhkan, Komnas Perempuan bisa diminta untuk memberikan pendapat sebagai pihak terkait tidak langsung atau sebagai ahli.

"Saat ini ada pendampingan aktif dari kuasa hukum Halimah dalam mengupayakan pengujian Undang-Undang ini. Komnas Perempuan lebih kepada melakukan pemantauan," jelasnya.

Ninik melanjutkan, Komnas Perempuan mendukung upaya Halimah dalam mengajukan pengujian UU No 1/1974 tentang perkawinan. Menurut Ninik, substansi undang-undang tersebut multitafsir. Beberapa pasal di UU No 1/1974 tentang Perkawinan sudah tak sejalan. Bahkan, banyak pasal di undang-undang tersebut yang diskriminatif terhadap perempuan.

"UU No 1/1974 tentang Perkawinan masih sangat tidak berprespektif HAM dan jender," lanjut Ninik.

Untuk kesetaraan

Dalam konteks kasus Halimah, perceraian terjadi dengan kekuasaan lebih pada pihak laki-laki. Laki-laki mempunyai kekuasaan lebih untuk menentukan perkawinan berlanjut atau tidak. Sementara Halimah, yang berusaha mempertahankan perkawinan, "tak berdaya" untuk tunduk pada keputusan perceraian tersebut.

Merujuk pada kasus ini, tak hanya Halimah, banyak perempuan yang dirugikan karena adanya relasi yang tak setara antara suami dan istri. Halimah, dalam pokok permohonannya, meminta agar MK menghapus Pasal 39 Ayat (2) huruf f UU No 1/1974 tentang Perkawinan yang berbunyi "untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri".

Menurut Ninik, kata-kata "tidak rukun" memiliki makna bias. Jika perempuan masih berusaha mempertahankan kerukunan pernikahan, tetapi suami berdalih tidak rukun sebagai alasan bercerai, tentunya menyebabkan penafsiran yang berbeda. Rukun bisa diartikan berbeda dengan versi berlainan dari pihak suami ataupun istri.

Lantaran UU Perkawinan ini masih diskriminatif terhadap perempuan, pada akhirnya perempuan tak punya kuasa untuk menentukan nasib pernikahannya. Inilah yang dialami Halimah dan berusaha diperjuangkannya. Bukan hanya untuk dirinya, melainkan juga untuk membukakan mata perempuan lainnya dalam memperjuangkan haknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com