Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Frekuensi Seks Bisa Memprediksi Perceraian?

Kompas.com - 10/10/2011, 16:35 WIB

KOMPAS.com - Ketika baru menikah, seks merupakan salah satu hal yang paling diinginkan pasangan. Namun, setelah berjalan beberapa tahun, perkawinan mulai menghadapi berbagai  gangguan, yang akhirnya berdampak pada kehidupan seks. Menurunnya frekuensi hubungan intim, atau berkurangnya kualitas hubungan intim itu sendiri, kerap dialami pasangan.

"Ketika menikah, para pasangan ini cenderung kurang memiliki pengetahuan tentang seks, dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi pernikahan mereka kelak," ungkap Kristina Dzara, dalam artikelnya yang berjudul Assessing the Effect of Marital Sexuality on Marital Disruption.

Saat melakukan penelitian tentang peran seks bagi pernikahan, Dzara menggunakan metode survei panel terhadap 1.000 pasangan yang baru menikah di Louisiana, Amerika Serikat, dengan rentang usia istri 28 tahun dan suami 30 tahun. Ia menggunakan tiga ukuran seksualitas dalam waktu 3-6 bulan pertama pernikahan, yaitu berdasarkan frekuensi, kepuasan, dan kesepakatan antarsuami istri tentang kehidupan seks mereka. Ketiga ukuran ini digunakan untuk memprediksi tingkat perceraian setelah lima tahun pernikahan.

Frekuensi hubungan seks. Menurut  Dzara, frekuensi seks pasangan tidak menjadi ukuran yang terlalu penting. Rata-rata para pasangan muda ini melakukan hubungan antara satu sampai beberapa kali seminggu, dan menurutnya frekuensi tidak terlalu penting asalkan berkualitas.

Kepuasan seks dan keintiman fisik. Bagi istri, kepuasan seks dan keintiman fisik akan menurunkan kemungkinan terjadinya perceraian. Tetapi kualitas perkawinan, kepuasan seks, dan keintiman, ternyata memiliki efek dan pengaruh yang sama bagi para istri. Di lain pihak, bila kepuasan seks para suami terjamin, probabilitas perceraian juga menurun drastis.

"Pasangan dimana suami memiliki kepuasan seks dengan keintiman fisik yang tinggi, tingkat perceraiannya akan berkurang bila dibandingkan dengan suami dengan kepuasan kehidupan seksual yang rendah. Pasangan dengan kepuasan seks yang rendah mengalami kemungkinan gangguan pernikahan sekitar 83,7 persen," ungkap Dzara.

Kesepakatan tentang seks dalam pernikahan. Ketika menikah, tak jarang para pasangangan menetapkan kesepakatan untuk kehidupan seks mereka, misalnya berapa kali hubungan seks akan dilakukan dalam seminggu, kapan waktu yang tepat, sampai cara berhubungan yang nyaman bagi kedua belah pihak. Agak mengejutkan, kesepakatan semacam ini ternyata tidak terlalu berpengaruh pada tingkat perceraian, karena hal ini dilakukan atas dasar kesepakatan bersama dari kedua belah pihak.

Kesimpulannya, seks memang penting bagi pernikahan yang sehat. Bagi istri, kepuasan seks dan kepuasan perkawinan menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat perceraian. Kepuasan yang tinggi terhadap seks dan dalam relasi dengan suami membuat para istri cenderung tak ingin bercerai. Tetapi tidak demikian halnya dengan suami. Kepuasan seks bagi suami merupakan faktor penting, yang bisa mengurangi tingkat perceraian. Dengan kata lain, kepuasan seks yang tinggi akan mengurangi keinginan pria untuk bercerai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com