Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Australia Tidak Mendukung Gerakan di Papua

Kompas.com - 29/10/2011, 05:09 WIB

Depok, Kompas - Australia tidak mendukung setiap gerakan yang berujung pada kemerdekaan dan pemisahan Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Australia menegaskan kembali komitmennya untuk menghormati kedaulatan dan keutuhan teritorial RI sesuai dengan yang termaktub dalam Traktat Lombok.

Demikian ditegaskan Duta Besar Australia untuk Indonesia Greg Moriarty saat menyampaikan kuliah umum di Auditorium Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat, Jumat (28/10). Masalah Papua menjadi topik paling banyak ditanyakan oleh mahasiswa dalam sesi diskusi setelah pemaparan Moriarty.

Menjawab pertanyaan tentang posisi Australia dalam melihat Papua, termasuk kaitan dengan serangkaian insiden kekerasan baru-baru ini, Moriarty menegaskan, Papua termasuk dalam pokok paling mendasar dalam Traktat Lombok yang disepakati kedua negara pada 2006.

”Poin fundamental itu adalah Australia menghormati kedaulatan dan integritas teritorial Indonesia, termasuk di dalamnya Papua dan Papua Barat,” ujar Moriarty. Ia memastikan, Australia tidak akan mendukung setiap gerakan yang berniat mengganggu integritas teritorial RI.

Menurut Moriarty, Pemerintah Australia berpendapat bahwa kegiatan Kongres Rakyat Papua III pada 17-19 Oktober lalu, yang berujung pada deklarasi kemerdekaan Papua Barat serta pengangkatan presiden dan perdana menteri Papua Barat, sebagai kegiatan yang ilegal, provokatif, dan kontraproduktif. ”Anda tak bisa melangsungkan dialog saat ada kelompok-kelompok yang mengatakan mereka ingin memisahkan diri,” ujar Moriarty.

Kongres itu akhirnya dibubarkan aparat Polri/TNI, yang kemudian menahan sekitar 200 peserta kongres. Moriarty mengatakan, Pemerintah Australia di bawah Perdana Menteri Julia Gillard berkomitmen menempatkan peningkatan hubungan baik dan kerja sama dengan Indonesia sebagai prioritas.

Beberapa waktu belakangan ini, suhu politik Papua memang memanas. Selain Kongres Rakyat Papua III, sejumlah kekerasan dan penembakan juga terjadi, seperti di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, dan di areal PT Freeport Indonesia di Mimika. Namun, dalam rangkaian kekerasan tersebut, diperkirakan banyak keganjilan. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, Jumat, mengatakan, kematian Kepala Polsek Mulia Ajun Komisaris Dominggus Awes sangat misterius.

”Kapolsek sangat dekat dengan masyarakat. Badannya tinggi besar dan memiliki bobot lebih dari 100 kilogram. Bagaimana mungkin ada dua pria tiba-tiba bisa menelikung tangan, menjatuhkan badan, mencabut pistol Kapolsek, dan menembaknya dari jarak dekat. Hebat sekali kalau separatis bisa berbuat seberani itu. Pasti orang terlatih yang melakukan pembunuhan itu,” tutur Haris.

Michael Rumaropen dari Komunitas Adat Masyarakat Papua Antikorupsi yang ditemui terpisah membenarkan ucapan Haris. ”Dominggus dekat sekali dengan masyarakat. Apalagi di daerah pegunungan yang dikatakan rawan ternyata dia akrab dengan warga. Kecil kemungkinan separatis yang menyerang dan membunuh Dominggus,” katanya.

Wakil Koordinator Kontras Indria Fernida juga mempertanyakan bantuan keuangan yang diterima Polda Papua dari PT Freeport Indonesia. ”Aparat harus dibiayai negara dan bukan didanai swasta. Ini perbuatan melanggar hukum,” kata Indria.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com