Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar Si Kecil Tak Jadi Anak Pemarah

Kompas.com - 25/01/2012, 11:18 WIB

KOMPAS.com - Setiap orangtua pasti ingin mendidik anak sebaik-baiknya, namun seringkali aturan yang mereka terapkan membuat anak-anak merasa terkekang dan menyalahartikan aturan tersebut. Tak jarang hal ini membuat anak-anak menjadi mudah marah, dan berakhir menjadi anak pemarah. Agar sikap pemarah ini tak berkelanjutan sampai dewasa, sebaiknya orangtua membantu anak agar terbebas dari rasa marah yang berlebihan. Simak tiga cara yang bisa Anda lakukan agar anak tak menjadi seorang pemarah.

1. Terbuka pada rasa marah
Sejak masih balita, anak-anak sering dibujuk untuk menyangkal perasaan marah. Ungkapan seperti "Jangan marah" memberikan pesan pada balita bahwa kemarahan adalah hal yang buruk dan salah. Padahal sebenarnya marah tidaklah selalu buruk. Mengekang rasa marah akan membuat mereka melakukan tindakan yang tidak baik dan justru memberontak ketika dewasa. Dibanding melarang anak untuk mengekspresikan kemarahannya, lebih baik jika Anda menunjukkan rasa empati ketika menghadapi kemarahan anak. Sampaikan bahwa marah sebenarnya tidak masalah, yang penting bagaimana mengontrol emosi dengan lebih efektif.

2. Ekspresikan dengan kata-kata dan tulisan
Kecerdasan  emosional yang tepat, dan kontrol diri, bisa diungkapkan dengan cara menempatkan perasaan dalam kata-kata. Anda bisa membantu anak untuk mengatasi rasa marah dengan konsisten mendorong mereka untuk berbagi apa yang membuat mereka marah. Mungkin saja dengan membuat daftar paling umum yang bisa memicu amarahnya. Tuangkan melalui kata-kata dalam daftar tersebut, apa saja yang bisa membuat mereka marah. Kemudian bandingkan antara daftar Anda dan daftar anak, untuk mendapatkan pemahaman bersama tentang cara mengendalikan rasa marah.

3. Siap menerima kemarahan
Kunci terakhir untuk membantu anak agar menerima dan mengelola kemarahan dengan baik adalah dengan bersedia menerima kemarahan anak. Sebagai orangtua, pasti sulit untuk berada dalam posisi ini, terutama ketika Anda merasa benar. Meskipun demikian, ketika Anda bersedia menerima kemarahan anak, hal ini akan mengirim pesan yang kuat bahwa keluhan mereka didengarkan, dan perasaan mereka diperhatikan oleh orangtuanya. Setelah kemarahan anak reda, Anda bisa menasihati anak dengan lembut, sehingga anak mau mendengarkan saran orangtua, dan menyesali sendiri kesalahannya. Ini jauh lebih baik dibanding ketika Anda berdebat dan balik memarahi anak ketika mereka sedang emosional. Cara ini akan mengirimkan sinyal negatif kepada anak bahwa orangtua mereka tidak mengerti perasaan mereka, atau bahkan merasa tidak dicintai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com