Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulam, Fashion dan Perempuan

Kompas.com - 11/04/2012, 11:20 WIB

KOMPAS.com - Sulam pernah berjaya, dengan keterlibatan perempuan sebagai pewaris budaya menyulam. Kini, sulam harus mengejar popularitas batik dan tenun. Sulam butuh dukungan untuk mengembalikan citra dan derajatnya, menunjukkan bahwa sulam bukan semata benang dan kain. Menyulam juga bukan semata kegiatan di waktu senggang perempuan. Sulam adalah karya seni bernilai ekonomi.

Akrab dengan perempuan

Sulam masuk ke Indonesia sejak abad 18 melalui pedagang Tiongkok. Awalnya sulam dipakai untuk busana kalangan kerajaan. Sejarah panjang sulam membuatnya dikenal di berbagai penjuru negeri, dari Aceh sampai Papua.

Meski berasal dari negara lain, sulam Indonesia berkembang berkat keterbukaan masyarakat menjalani akulturasi dengan budaya setempat. Alhasil sulam Indonesia pun semakin kaya dengan pengaruh India, Persia, Eropa, dan Tiongkok.

Masyarakat, terutama kalangan perempuan di seluruh Indonesia mengenal baik sulam dan mahir menyulam. Berbagai teknik, motif, warna, bahan juga berkembang.

Triesna Jero Wacik, pendiri Yayasan Sulam Indonesia mengatakan potensi sulam tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Beragam jenis sulam dari Sumatera Barat, Lampung, Gorontalo, dan Kalimantan juga sudah populer. Sebut saja sulam pita, tusuk silang, kepala peniti, tapis, usus, bordir, juga sulam manik-manik, border, dan sulam payet.

Namun sejumlah jenis sulam seperti sulam bayang dari Kalimantan Timur, sulam kerang dari Nusa Tenggara Timur, dan beberapa dari Riau masih membutuhkan dukungan untuk berkembang.

Keakraban perempuan dan sulam memudahkan banyak pihak untuk mengangkat citra sulam. Namun sulam masih dihadapkan pada sejumlah tantangan, terutama terkait kreativitas dan pemahaman mengenai tren terkini.

"Minat masyarakat dan perempuan untuk belajar sulam sangat kuat. Melalui program pelatihan, yayasan meminta perempuan untuk lebih giat belajar sulam. Dan banyak perempuan yang tertarik untuk menjadikan sulam produk niaga," ungkap Triesna, saat peluncuran buku Adikriya Sulam Indonesia, di Jakarta, Selasa (10/4/2012) lalu.

Fashion

Pada acara yang sama, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu mengatakan, sulam dapat menunjang industri fashion, baik dalam busana dan aksesori. Sulam juga punya andil terhadap pengembangan ekonomi kreatif.

"Ekonomi kreatif merupakan nilai ekonomi tinggi yang tercipta dari basis pengetahuan yang ada, melalui proses kreativitas dan ide dari insan kreatif. Basis pengetahuan ini termasuk warisan budaya, seperti sulam," jelasnya.

Mari melanjutkan, ekonomi kreatif punya sumbangan besar terhadap devisa, penciptaan lapangan kerja, dan pengembangan produk berbasis warisan budaya. Sulam juga punya peluang sama besarnya seperti batik atau tenun yang kini semakin digemari pasar lokal dan internasional.

Mengembangkan sulam menjadi produk fashion sudah dilakukan kaum perempuan. Desainer Irna Mutiara, mengenalkan busana muslim dengan aplikasi sulam usus pada ajang mode Indonesia Fashion Week 2012 beberapa waktu lalu.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com