Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transplantasi dan Jual Beli Organ

Kompas.com - 03/05/2012, 16:04 WIB
Halo Prof

Konsultasi kesehatan tanpa antre dokter

Temukan jawaban pertanyaanmu di Kompas.com

KOMPAS.com - Saat ini, kita mengetahui bahwa transplantasi organ telah berkembang begitu pesat. Sampai sejauh ini, transplantasi organ yang bisa dilakukan yaitu transplantasi organ ginjal, hati, pankreas, jantung, paru dan usus halus. Tetapi, secara umum yang paling banyak dilakukan termasuk di Indonesia adalah transplantasi ginjal.

Teknik memindahkan organ juga sudah canggih, untuk transplantasi ginjal proses pengambilan organ dari donor hanya dengan teknik laparaskopi, sehingga luka operasi sangat minimal bagi pemberi organ tersebut (donor). Teknik pengambilan organ ginjal dengan cara laparaskopi ini sudah dikembangkan di RSCM.

 

Di sisi lain, permasalahan muncul adalah mencari donor yang akan memberikan organ untuk penerima (resipien). Di Amerika, berdasarkan data United Network for Organ Sharing (UNOS), hampir 84.000 kasus menunggu organ donor. Di Indonesia, kasus yang akan melakukan transplantasi organ pasti banyak, antara lain penyakit gagal ginjal kronis stadium akhir atau kegagalan fungsi hati (sirosis hati lanjut atau kanker hati) yang merupakan indikasi untuk menjalani transplantasi organ. Di Amerika, permasalahan muncul pada organ donor mengingat daftar tunggu yang panjang untuk menerima transplantasi organ tersebut.

Melihat kondisi tersebut, jelas bahwa saat ini kebutuhan akan donor yang bersedia organnya didonorkan cukup tinggi . Hal ini terjadi bukan saja di Indonesia melainkan di seluruh dunia. Oleh karena itu, kondisi ini menjadi celah bagi proses jual beli organ. Isu jual beli organ merupakan isu penting terutama di negara-negara dengan penduduk besar antara lain Cina, India dan AS. Pemerintah Cina pun telah melarang semua rumah sakit memberikan organnya bagi warga negara asing, mengingat kebutuhan organ untuk negaranya sendiri masih cukup tinggi.

Bagi Indonesia, yang merupakan salah satu negara yang berkontribusi besar menyumbang penduduk dunia, masalah ini pun muncul. Iklan-iklan orang yang berkeinginan untuk menjual organ tubuhnya juga sudah mulai ada di berbagai media kita. Saya sebagai seorang dokter penyakit dalam pun pernah beberapa kali oleh dihubungi oleh orang yang berkeinginan menjual organ tubuh karena tekanan ekonomi. Padahal, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jual beli organ melanggar hak asasi manusia.

Secara umum, kelompok masyarakat yang menjadi sasaran empuk para agen pencari organ tubuh adalah kalangan miskin dan tenaga kerja murah seperti pembantu rumah tangga atau pekerja perkebunan.

Transaksi proses perpindahan organ dapat berlangsung dalam kondisi disadari atau tanpa disadari. Disadari jika si donor dengan kesadaran penuh ingin menjual organnya karena alasan ekonomi. Permasalahan muncul jika dalam proses itu terjadi pemaksaaan atau dibuat sedemikian rupa sehingga orang yang mendonor tidak bisa menolak organnya didonorkan. Proses yang kedua adalah proses pengambilan organ tidak diketahui. Misalnya, dalam suatu proses operasi, organ yang sehat dari pasien diambil. Atau, korban diculik dan dipaksa untuk melalui proses operasi di mana organnya diambil.

Skrining donor

Sebenarnya, proses pemberian organ dari donor harus melalui proses yang panjang. Karena proses tukar menukar organ tersebut bukan suatu proses seperti kita melakukan penggantian onderdil mobil. Dalam proses tukar menukar onderdil mobil, jelas bahwa barang yang akan dipasang umumnya adalah barang yang baru. Tetapi dalam proses transplantasi organ, organ yang akan didonorkan adalah organ dari seseorang yang telah menggunakan organ tersebut sekian lama.

Oleh karena itu, jelas bahwa ada proses skrining yang ketat untuk mendapatkan informasi bahwa organ tersebut memang sehat dari donor yang memang sehat. Berbagai pemeriksaan darah harus dilakukan. Proses pemeriksaan juga meliputi apakah si donor tidak mempunyai penyakit kronis atau pembawa infeksi kronis misal virus hepatitis atau HIV.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com