Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sarana Radioterapi Kanker di Indonesia Minim

Kompas.com - 19/06/2012, 15:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Cakupan layanan radioterapi untuk pengobatan kanker di Indonesia masih sangat rendah, yakni baru mencapai 10-15 persen dari kebutuhan. Padahal, radioterapi merupakan salah satu modalitas utama pada pengobatan kanker selain kemoterapi atau pembedahan.

Hal itu disampaikan oleh dr. Defrizal, selaku Kelompok Staf Medis Fungsional Onkologi Radiasi, yang kini berpraktek di Rumah Sakit Dharmais, saat acara seminar Radioterapi Terkini pada  Pengobatan Kanker, Selasa, (19/6/2012), di Jakarta.

Defrizal mengungkapkan, kebutuhan akan layanan radioterapi di negara berkembang seperti Indonesia, mencapai 70-80 persen dari pasien kanker. Hal ini berarti, jika ada 100 pasien kanker, maka 70-80 orang memerlukan radiasi.

Sayangnya, kebutuhan yang besar tersebut tidak diimbangi dengan prasarana dan sarana yang ada. Bahkan, kata Defrizal, baru ada 20 sentra layanan radioterapi yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Aktual yang bisa dilayani baru 15-20 ribuan pasien, sisanya kita tidak tahu. Jadi, begitu banyak penderita yang tidak mendapat pelayanan radioterapi," ujarnya.

Defrizal menceritakan, untuk beberapa kota atau daerah seperti Yogyakarta dan Semarang, seorang pasien bahkan harus antri sampai tiga bulan untuk bisa mendapatkan pengobatan  radioterapi. Padahal, pengobatan kanker harus segera dilakukan guna mencegah penyebaran sel kanker yang lebih luas.

Kondisi itu menjadi salah alasan kenapa banyak orang yang mencari pengobatan di luar medis seperti dukun atau paranormal. "Kembali lagi pada kemampuan pemerintah untuk menyediakan seluruh sarana dan prasarana disamping juga tenaganya yang masih serba terbatas," ungkapnya.

Defrizal mengatakan, permasalahan pemenuhan kebutuhan layanan radioterapi sebetulnya tanggung jawab dari Kementerian Kesehatan, selaku pengambil kebijakan. Sementara tenaga medis atau profesi hanya membantu memberikan masukan.

"Jika dibandingkan moda kesehatan negara maju, mereka punya fasilitas 60 pesen dari total worldwide sementara penyakitnya hanya 20 persen. Sedangkan kita kebalikannya. Kita penyakitnya 60 persen dan fasilitasnnya sangat minim," jelasnya.

Permasalahan ini, kata Defrizal kembali lagi ke masalah budgeting dan prioritas. Ia mengatakan bahwa penyakit kanker belum menjadi prioritas utama saat ini, karena pemerintah masih fokus terhadap pengendalian penyakit infeksi. "Jadi kanker mungkin masih menjadi prioritas yang sekian," imbuhnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com