Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/07/2012, 13:09 WIB

KOMPAS.com - Indonesia bukan hanya tentang Jawa dan Bali, tetapi juga pulau-pulau lain nan molek, mulai dari Sumatera, Sulawesi, sampai Papua. Tidak heran negeri ini begitu kaya akan budaya, sebuah keunikan luar biasa yang tidak dipunyai negara lain. Masing-masing daerah mempunyai kisah, keunikan, dan kebiasaan sendiri, termasuk adat istiadat, bahasa, bahkan pakaiannya.

Namun, bisa dikatakan betapa masih sedikitnya suvenir di negeri ini yang bercerita tentang bangsa Indonesia. Feta Prafidya Soewondo dan Peni Zulandari Suroto menyadarinya ketika melihat koleksi keluarga yang mempunyai suvenir dari berbagai negara. Dari seluruh koleksi itu, tidak satu pun merupakan suvenir yang berasal dari Indonesia.

Hal tersebut membuat keduanya penasaran dan melakukan survei. Dari survei kecil-kecilan itulah mereka menyimpulkan bahwa Indonesia bukannya tidak mempunyai suvenir. Begitu banyak tempat pariwisata di Indonesia, hanya saja kebanyakan suvenir yang tersedia tidak dibekali identitas Indonesia. Selain itu, jarang ada suvenir Indonesia memakai format seperti yang sering ditemukan di luar negeri, misalnya berupa mug, gelas, magnet, dan piring hias.

”Kami tergelitik, ternyata iya, kok tidak ada suvenir seperti itu di Indonesia?” kata Feta.

Sebenarnya ada beberapa produsen yang membuat suvenir berupa magnet untuk kulkas meski belum terlalu banyak. Tetapi, umumnya kualitas barang yang tersedia kurang bagus, apa lagi bagi pembeli sekelas kolektor. Kualitas suvenir yang ada sama sekali tidak bisa disandingkan dengan suvenir serupa dari luar negeri.

Feta mengingatkan, kalau berkunjung ke luar negeri turis biasanya tidak kesulitan mendapatkan suvenir. Mulai dari magnet bertuliskan nama negara itu atau piring yang kerap digunakan sebagai hiasan.

”Kita sering membeli dari luar negeri, kenapa tidak sebaliknya orang-orang asing itu yang membeli dari Indonesia?” ungkapnya lagi.

Niat dan nekat
Berawal dari pemikiran itulah Feta dan Peni kemudian membangun bisnis suvenir. Bisa dikatakan keduanya berbekal niat dan nekat. Sebab, keduanya tidak mempunyai pengalaman dalam bisnis tersebut.

”Terus terang kami enggak sadar kalau bisnis ini ternyata sangat kompleks,” kata Feta.

Tidak heran, selama menjajaki bisnis yang terbilang baru mereka selami tersebut, Feta dan Peni berkali-kali melakukan uji coba. Ketika itu pula mereka kerap menemui kegagalan.

”Awalnya usaha kami ini benar-benar trial and error. Produksi yang gagal bisa mencapai 40 persen, sampai rasanya kami tidak tahu harus mengandalkan siapa,” ceritanya.

Mereka terus memutar otak. Apa lagi mereka pun tahu sesungguhnya di Indonesia tidak kekurangan sumber daya manusia perajin, mulai dari pembatik sampai penenun. Belum lagi para perajin produk lain yang mampu mendukung usaha suvenir ini.

Dari sinilah Feta dan Peni bertekad menjual suvenir seperti yang banyak tersedia di berbagai negara, tetapi dengan materi dan identitas lokal. ”Kenapa ini tidak kita lakukan, padahal identitas budaya lokal kita sangat kuat,” ungkap Peni.

Kebetulan Peni dan Feta mempunyai keinginan sama, yaitu membuat suvenir yang dengan melihatnya saja orang segera tahu bahwa suvenir tersebut berasal dari Indonesia. Mereka ingin orang asing pun mengetahui bahwa Indonesia negara yang kaya akan pulau-pulau.

Indonesia mempunyai banyak keistimewaan yang menjadi identitasnya, seperti Candi Borobudur, Tugu Monas, sampai rumah gadang di Sumatera Barat. Belum lagi ragam tarian, budaya, dan tradisi yang tak terhitung.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com