Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dongeng, agar Anak Tak Jadi Mesin

Kompas.com - 03/08/2012, 02:21 WIB

Oleh INDRA TRANGGONO

Dongeng telah menjadi tonggak penting peradaban manusia, bahkan sejak budaya lisan masih kuat. Namun, dalam peradaban audiovisual yang kini merebak, dongeng telah menjadi artefak budaya.

Setidaknya hingga akhir abad XX, dongeng menjadi ”sastra sehari-hari” bagi setiap keluarga serta berperan dalam pertumbuhan emosional, spiritual, dan intelektual masyarakat sejumlah (suku) bangsa, termasuk Indonesia. Bukan tidak mungkin dongeng punya peran besar dalam pertumbuhan karakter para pendiri republik ini.

Berbagai local genius di negeri ini telah memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengawetkan, mewariskan, dan mengaktualisasi nilai-nilai budaya lokal, antara lain lewat dongeng. Dengan demikian, dongeng bukan sekadar pelipur hati/hiburan yang menenteramkan jiwa. Lebih dari itu, dongeng membatinkan nilai-nilai ideal kehidupan, seperti keadilan, toleransi, solidaritas, kejujuran, dan kebangsaan, ke dalam kesadaran dan perilaku manusia.

Di luar tema dan pesan, dongeng pun mengandung imajinasi yang memberi sensasi akal dan rasa. Imajinasi itulah yang menjadikan dongeng memiliki pesona, daya tarik. Berbagai ”teater” pun berderap-derap dalam kepala. Lengkap dengan peristiwa dramatisnya.

Totalitas kehidupan

Kreator sastra, termasuk penyastra lisan, adalah aktor kebudayaan. Para sastrawan melakukan tindakan yang oleh Wessel Jr (1979) disebut sebagai ”penebusan” atas dunia yang terfragmentasi atau terdegradasi, demi totalisasi kehidupan. Penebusan itu dilakukan dengan imajinasi. Imajinasilah yang mengadakan apa yang tidak ada, mengembalikan totalitas pada kehidupan yang telah terfragmentasi. Imajinasi dianggap mempunyai kekuatan magis untuk itu (Faruk, majalah Horison, Juli 1993).

Mengutip Eagleton (1983), Faruk mengatakan, imajinasi harus dipandang sebagai kekuatan yang berdiri sendiri, otonom, yang dapat melampaui batas-batas realitas. Imajinasi adalah produk kekuatan manusia yang subyektif, yang tidak dapat dibatasi tidak hanya oleh realitas, bahkan juga kontrol pikiran sadar manusia.

Imajinasi dalam serial dongeng Kancil Mencuri Timun, misalnya, menjadikan tokoh kancil, buaya, ular, anjing, gajah, macan dan pak tani begitu hidup dan bahkan terasa ”nyata”. Pendengar dan pencerita dongeng seperti ada di dalam jagat imajinasi itu. Begitu pula tokoh-tokoh dalam dongeng Terjadinya Tangkuban Perahu, Terjadinya Rawa Pening, dan Timun Emas.

Dongeng menjadi sumber inspirasi penciptaan yang penting, selain agama, filsafat/ideologi, dan local wisdom.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com