Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/08/2012, 15:46 WIB

Kompas.com - Diabetes melitus, atau masyarakat awam menyebutnya penyakit kencing manis, kini menyita perhatian dunia kedokteran. Penyakit yang ditandai oleh tingginya kadar gula dalam darah ini merupakan penyakit yang komplikasinya paling banyak dan jumlah penderitanya terus meningkat.

Diabetes melitus atau diabetes tipe dua kebanyakan diderita orang dewasa. Penyebab utamanya adalah kegemukan dan pola makan yang tidak sehat.

"Gaya hidup kurang gerak dan pola makan yang berubah, apalagi kalau punya bakat bisa mencetuskan diabetes," kata Prof.Sri Hartini KS Kariadi, Sp.PD, dalam acara media edukasi bertajuk Analisa Dampak Ekonomi pada Pasien Diabetes di Jakarta, Rabu (8/8/12).

Meski diabetes termasuk dalam penyakit berbahaya, tetapi jika kadar gula darah bisa dikendalikan dengan gaya hidup sehat, penderitanya tetap dapat hidup sehat, produktif, dengan kualitas hidup yang baik.

Kalangan kedokteran lebih banyak menggunakan istilah diabetes yang terkendali, bukan sembuh. Karena jika pasien kembali makan secara sembarangan, malas berolahraga, atau tidak minum obat pengendali gula darah, maka kadar gula darah akan kembali tinggi.

Sri Hartini meminta agar masyarakat berhati-hati atas tawaran berbagai klinik pengobatan yang mengklaim bisa menyembuhkan diabetes.

"Tujuan pengobatan diabetes bukan untuk menyembuhkan, tetapi untuk mencegah atau menunda komplikasi," imbuh guru besar dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung ini.

Komplikasi yang timbul dari penyakit diabetes bukan hanya membuat penyakit bertambah berat tapi juga meningkatkan pengeluaran untuk berobat dan tentu saja kualitas hidup pasien rendah.

Tantangan terberat pengobatan diabetes adalah sifatnya yang jangka panjang dan diperlukan kedisiplinan. Secara umum terdapat lima pilar pengendalian diabetes, yakni pengaturan makan, olahraga, obat, edukasi, serta pengukuran gula darah mandiri.

"Diabetes dianggap terkendali jika setiap harinya gula darah dalam kadar yang normal tanpa kejadian hipoglikemi," katanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com