Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/08/2012, 06:48 WIB

Jakarta, Kompas - Regulasi pengendalian dampak buruk merokok di dunia menghadapi tantangan proses hukum di pengadilan. Persoalan itu terjadi pula di Indonesia. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan berkali-kali menghadapi uji materi di Mahkamah Konstitusi.

Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, yang juga pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi mengatakan, Senin (27/8) di Jakarta, pasal terkait pengendalian dampak buruk tembakau dalam UU No 36/2009 telah empat kali dimohonkan untuk diuji MK. Bahkan, pasal 113 terkait tembakau sebagai zat adiktif, yang telah diputus MK, kembali diajukan ke MK oleh organisasi masyarakat baru-baru ini.

Pasal lain yang diajukan terkait dengan kawasan dilarang merokok dan peringatan kesehatan bergambar. ”Permohonan pengujian diajukan organisasi masyarakat, kelompok petani tembakau, dan perusahaan rokok,” ujar Tulus.

Pemerintah Amerika Serikat juga menghadapi gugatan terkait aturan peringatan dan label kesehatan bergambar yang seharusnya diterapkan September tahun ini. Perusahaan rokok menggugat dengan argumen kebebasan berbicara. Proses hukum akan berlanjut ke Mahkamah Agung.

”Perusahaan melawan peringatan bergambar karena mengetahui peringatan itu efektif. Perusahaan rokok menggelontor uang banyak untuk mengglamorkan citra rokok,” ujar Presiden Campaign for Tobacco-Free Kids Matthew Myer, seperti dikutip HealthDay, Jumat (24/8).

Pemerintah Australia menghadapi gugatan perusahaan rokok terhadap regulasi yang mengharuskan rokok dijual dalam kemasan tanpa merek. Pemerintah Australia menang pertengahan Agustus lalu sehingga rokok yang beredar berkemasan polos.

Tulus mengatakan, perusahaan rokok selama ini menguasai kemasan guna membentuk citra.

Dia mengatakan, terbuka kemungkinan saat Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan diterbitkan akan diikuti gugatan. Tulus berharap, hak kesehatan masyarakat tetap menjadi pertimbangan pembuat keputusan. (INE)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com