Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/08/2012, 07:57 WIB
Halo Prof

Konsultasi kesehatan tanpa antre dokter

Temukan jawaban pertanyaanmu di Kompas.com

KOMPAS.com - Sebutlah pasangan suami istri muda bernama Eko dan Linda. Sebagai pengantin baru, tentulah mereka amat bahagia, tetapi ada satu ganjalan yang baru diketahui Eko, istrinya seorang pendengkur.

Walau tak mendengkur keras, tetapi Eko yakin bahwa dengkuran ini tidak normal. Di antara suara ngorok Linda, terdapat episode sunyi yang diikuti kembali dengan suara mengejutkan seperti tersedak. Setelah diberi tahu, Linda pun menyangkal dengan mengatakan bahwa ia bertubuh langsing mana mungkin mengorok?

Tetapi Linda tak sendirian, banyak wanita yang mengalami hal yang serupa. Mereka mendengkur dan ternyata menderita sleep apnea atau henti nafas saat tidur.

Sleep Apnea

Gangguan pernafasan saat tidur ini ditandai dengan mendengkur dan kantuk berlebihan di siang hari (hipersomnia). Sleep apnea disebabkan oleh sempitnya saluran nafas yang melemas saat tidur sehingga menyumbat saluran nafas. Akibatnya, walau gerakan nafas tetap ada, tak ada udara yang dapat mengalir masuk ataupun keluar.

Akibat rasa sesak berulang, otak pun terbangun berulang tanpa terjaga. Ini menyebabkan rasa tak segar dan terus mengantuk sepanjang hari. Tentu saja kualitas hidup jadi menurun. Walau tak semua pendengkur menderita sleep apnea, mendengkur setiap malam merupakan tanda bahaya yang tak boleh diabaikan. Sleep apnea juga sudah lama diketahui menjadi penyebab hipertensi, diabetes, berbagai penyakit jantung hingga stroke.

Khusus pada wanita, sleep apnea juga dapat mengakibatkan gangguan pada kehamilan. Gangguan tidur berbahaya yang selama ini dianggap sebagai penyakit pria, ternyata diderita juga oleh wanita.

Angka penderita sleep apnea

The Wisconsin Sleep Cohort Study di tahun 1993 memperkirakan bahwa satu dari 15 warga AS menderita sleep apnea. Sementara di tahun yang sama Young dan kawan-kawan melaporkan penderita sleep apnea pria adalah 24% sedangkan pada wanita adalah 9%. Pada tahun-tahun berikutnya penelitian lain menunjukkan jumlah penderita yang kurang lebih sama, namun perbandingan penderita pria dan wanita semakin seimbang jumlahnya.

Para peneliti beranggapan angka ini meningkat seiring dengan bertambahnya pengetahuan tentang kesehatan tidur pada masyarakat. Peneliti juga mendapati adanya sedikit perbedaan pada karakteristik sleep apnea pada pria dan wanita. Secara alami wanita lebih tahan kantuk dibanding pria. Demikian juga dengan suara ngorok, wanita lebih "sopan" dengkurannya dibanding pria.

Baru-baru ini peneliti di Swedia mendapati jumlah penderita sleep apnea wanita yang banyak. Secara acak mereka mencatat 400 orang wanita usia 20-70 tahun. Ternyata setengahnya menderita sleep apnea. Kondisi ini lebih umum terjadi pada wanita dengan obesitas (84%), menderita hipertensi (80%) dan berusia lanjut. Penderita sleep apnea wanita dengan henti nafas tidur yang parah didapati pada 31% wanita usia 55-70 tahun yang juga obesitas.

Sleep apnea pada wanita

Kehamilan dan sleep apnea ternyata juga memiliki hubungan timbal balik. Akibat meningkatnya hormon-hormon kehamilan, saluran nafas cenderung membengkak hingga menjadi sempit. Ditambah dengan peningkatan berat badan, wanita yang semula tak mendengkur, jadi mendengkur. Bixler di tahun 2000, lewat jurnal kedokteran Chest melaporkan bahwa mendengkur dapat menjadi salah satu tanda akan berkembangnya hipertensi-yang dipicu oleh kehamilan dan keterlambatan perkembangan janin. Dilaporkan bahwa bayi-bayi yang lahir dari ibu pendengkur memiliki kecenderungan berat badan yang rendah.

Pada penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh Svanborg di tahun 2007 mengingatkan bahwa ibu hamil yang mendengkur lebih berisiko untuk mengalami pre-eclampsia. Wanita hamil yang mendengkur juga dilaporkan memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami diabetes kehamilan. Penelitian yang dilakukan oleha Northwestern's Feinberg School, di tahun 2009 ini mendapati, bahwa ibu hamil yang mendengkur memiliki risiko 14,3% untuk mengalami diabetes kehamilan, sementara yang tidak mendengkur hanya berisiko 3,3% saja.

Wanita yang sebelumnya tidak menderita diabetes, saat kehamilan dapat mengalami peningkatan gula darah yang dapat mengakibatkan komplikasi pada kehamilannya. Komplikasi tersebut biasanya berupa janin yang cenderung besar untuk usia kehamilan. Bayi yang lahir dengan kadar gula tinggi juga berisiko untuk mengalami obesitas dan sindroma metabolik nantinya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com