Jakarta, Kompas -
Demikian benang merah diskusi terbatas bertajuk ”Memperluas Kepesertaan Sistem Jaminan Sosial, Bagaimana Caranya?” di Pascasarjana Universitas Paramadina, Jakarta, Jumat (2/11). Diskusi dipimpin Direktur Pascasarjana Universitas Paramadina Dinna Wisnu dan pendiri Institut Jaminan Sosial Indonesia, Odang Muchtar, serta menghadirkan narasumber antara lain Direktur Kepesertaan PT Jamsostek (Persero) Junaedi, Direktur Utama PT Askes (Persero) I Gede Subawa, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Ridwan Monoarfa, dan anggota DJSN Haris E Santoso.
Turut hadir mantan Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga, mantan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jamsostek Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Myra Maria Hanartani, serta pengurus serikat buruh unit perusahaan.
Para narasumber sepakat, sosialisasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sangat penting untuk kesuksesan program. Tanpa sosialisasi, masyarakat hanya akan memandang jaminan sosial sebagai komponen biaya yang meredusir makna SJSN.
Pemerintah akan menjalankan SJSN berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Askes beralih menjadi BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2014 dan Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan selambatnya 1 Juli 2015.
BPJS Kesehatan menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia dan BPJS Ketenagakerjaan menjalankan program jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan pensiun. Penyelenggaraan SJSN bisa menggalang dana sedikitnya Rp 11.000 triliun tahun 2030.
Haris mengingatkan, semua pihak harus cermat menyelenggarakan SJSN. Semua aspek yang dibutuhkan harus disiapkan dengan matang.
Subawa mengatakan, sosialisasi gencar bisa dilakukan setelah pemerintah menerbitkan aturan turunan yang dibutuhkan. ”Supaya kami bisa berkampanye manfaat jaminan sosial sesuai ketentuan yang ada,” kata Subawa.
Menurut Junaedi, media harus berani menyampaikan hak-hak pekerja agar melek jaminan sosial. ”Sosialisasi door to door akan costly, padahal BPJS ini bisa memacu akselerasi kepesertaan,” kata Junaedi.
Menurut Ridwan, pemerintah dan BPJS harus melibatkan pengurus serikat pekerja tingkat perusahaan untuk menyadarkan publik tentang jaminan sosial. ”Ideologi negara soal jaminan sosial juga harus tegas agar kita sadar dan bangga menjadi peserta jaminan sosial,” kata Ridwan, yang mewakili serikat pekerja.