Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/01/2013, 10:29 WIB
Halo Prof

Konsultasi kesehatan tanpa antre dokter

Temukan jawaban pertanyaanmu di Kompas.com

KOMPAS.com - Tahun 2013 ini adalah tahun ke-7 saya memberi perhatian yang besar kepada kasus-kasus psikosomatik dalam praktek psikiatri sehari-hari. Banyak yang telah saya alami di dalam praktek dan interaksi antara saya dan pasien membuat saya semakin "kaya" pengalaman berbagai macam kasus psikosomatik yang bisa dialami tua dan muda, wanita maupun laki-laki.

Belakangan, kasus-kasus yang datang ke klinik Psikosomatik RS OMNI lebih banyak merupakan kasus kronik yang pernah mendapatkan pengobatan dari psikiater lain. Hal ini merupakan tantangan sendiri, karena bagaimanapun harapan pasien yang sudah mengalami psikosomatik kronik akan sedikit banyak berbeda dengan yang baru saja mengalami. Apalagi jika pasien sudah pernah berobat ke psikiater lain dan belum mendapatkan perbaikan yang menurut pasien signifikan.

Di bawah ini, saya akan mencoba menceritakan beberapa kasus pasien yang saya anggap menarik dan bisa dijadikan bahan pembelajaran bagi saya dan pasien juga tentunya. Beberapa kasus termasuk kasus "sembuh sebagian (partial remission)" dan "respon sebagian (partial response)".

Kasus 1.

Pasien seorang wanita usia 30 tahun dengan keluhan "sakit maag" yang tidak kunjung baik. Kondisinya sendiri sudah sampai dilakukan endoskopi, namun dinyatakan hanya mengalami peningkatan gas lambung dan asam lambung. Terapi untuk kondisi ini sudah dijalankan selama lebih dari 6 bulan tetapi tidak mengalami perubahan berarti, pasien hanya sembuh jika makan obat dan kemudian berulang kembali.

Keluhan cemas dan jantung berdebar mulai dirasakan pasien pada akhirnya setiap lambungnya terasa tidak nyaman atau terasa naik asam lambungnya. Setahun sebelum bertemu saya di klinik pasien sudah pernah berobat ke psikiater dan diberikan obat Escitalopram (merk dagang Cipralex) dan racikan obat yang salah satunya berisi alprazolam. Pasien menjalani pengobatan dengan obat ini selama setahun namun tidak mengalami perubahan yang signifikan terhadap keluhan utamanya.

Karena merasa bosan, pasien memutuskan untuk berhenti makan obat dan mulai mencari dokter lain. Pasien akhirnya datang ke klinik tempat saya praktek walaupun harus menempuh perjalanan lintas provinsi. Ketika melihat dan memeriksa pasien, terlihat keluhan pasien pada dasarnya memang merupakan keluhan lambung yang lebih ke arah gangguan lambung fungsional (functional gastrointestinal disorder). Keluhan kondisi lambung seperti ini kebanyakan mengalami keluhan seperti kebanyakan pasien yang mengalami maag tetapi biasanya dibagi menjadi dua keluhan utama yaitu kembung (dismotilitas) ataupun banyak buang air.

Dalam ilmu kedokteran psikosomatik medis, penyakit seperti ini sering disebut Irritable Bowel Syndrome. Kondisi ini erat kaitannya dengan suatu mekanisme sistem adaptasi di otak yang biasanya berhubungan dengan ketidakseimbangan sistem saraf otonom terutama parasimpatis. Itulah mengapa keluhan psikosomatik ini sering kali bermanifestasi sebagai keluhan cemas juga.

Selain itu, asam lambung yang terlalu tinggi dan naik ke kerongkongan (esofagus) bisa memicu sistem saraf vagus di kerongkongan yang membuat pasien menjadi tidak nyaman di organ jantungnya. Penanganan kasus pasien ini tetap menggunakan antidepresan tetapi antidepresan escitalopram yang telah dahulu diberikan tidak digunakan lagi. Pilihan jatuh pada sertraline obat antidepresan yang sudah lebih dikenal lama. Obat-obat maag yang bisa diteruskan biasanya dari golongan prokinetik. Follow-up pada pasien ini menunjukkan respon baik pada dua minggu setelah pemberian obat. Gejala-gejala lambung berkurang dan perasaan cemas sudah tidak terlalu lagi. Rencana pengobatan akan diteruskan dalam tempo 3 bulan sejak keluhan membaik dan akan dihentikan semua pengobatan rencananya pada bulan ke-4.

Kasus 2.

Pasien laki-laki usia 39 tahun dengan keluhan sering merasa cemas dan takut sendirian jika keluar rumah. Keluhan ini sebenarnya sudah berlangsung lebih dari 2 tahun. Sejak 2 tahun mengalami kondisi ini, pasien menjadi sulit untuk mengendarai kendaraan dan takut bepergian ke mana-mana bila tidak ada teman. Pasien juga takut mengendarai mobil sendiri. Pasien juga menjadi takut terbang padahal pekerjaannya mengharuskan demikian.

Saat datang ke klinik sekitar 6 bulan lalu, pasien merasakan tidak nyaman yang sangat dan sudah tidak merasa mampu untuk bekerja karena hilangnya minat. Keluhan fisik yang dialami lebih ke arah ketakutan akan jantungnya yang bisa mengalami masalah walaupun sudah mengalami pengecekan yang berkali-kali. Pasien lebih menampakan keluhan psikologis seperti rasa cemas yang tidak nyaman, sulit tidur dan khawatir terhadap kesehatan terutama jantung yang berlebihan.

Pada wawancara dan pemeriksaan fisik saat berkonsultasi pasien didiagnosis dengan Gangguan Kecemasan Menyeluruh. Keluhan psikosomatik yang dialami pasien adalah suatu respon sistem saraf otonom terutama sistem saraf otonom simpatik yang membuat denyut jantungnya lebih cepat. Pada saat pemeriksaan fisik didapatkan denyut nadi pasien 98 kali per menit dan pasien mengatakan memang sering mengalami berdebar jika perasaan tidak nyaman itu datang. Hal ini yang sering kadang membuatnya lemas.

Pada dua bulan pertama, pengobatan pasien menggunakan obat jenis Sertraline dan obat anticemas clonazepam yang telah diberikan di awal minggu pertama namun tidak dilanjutkan karena perasaan lebih nyaman selanjutnya. Pada bulan kedua setelah dilakukan kontrol kembali, pasien mengatakan keluhannya tidak hilang secara sempurna. Kadang dalam sebulan ada kalanya pasien merasakan tidak nyaman sampai 3 kali.

Terapi kognitif sudah dilakukan tetapi tidak terlalu berhasil pada pasien karena keterbatasan yang ada. Saya kemudian merencanakan perubahan obat karena respon yang parsial setelah 8 minggu pemakaian. Penggantian obat antidepresan sebenarnya dimungkinkan jika obat sudah dipakai selama lebih 8 minggu namun tidak mengalami perubahan yang baik. Selain itu, pilihan lainnya adalah menaikan dosis.

Namun cara pertama yaitu mengganti obat antidepresan dari Sertraline ke Venlafaxine XR yang merupakan golongan Serotonin Norephineprine Reuptake Inhibitor lebih dipilih karena alasan efek samping yang lebih mungkin timbul pada dosis Sertraline yang lebih besar dan faktor ekonomis. Setelah dua minggu pemakaian pasien merasa obat saat ini lebih membuatnya nyaman dan kontrol selanjutnya pasien mengatakan sebulan ini sudah tidak pernah lagi mengalami keluhan kecemasan. Kondisi ini terus berlanjut sampai bulan kedua sejak pemakaian obat Venlafaxine XR dan rencananya akan diteruskan pengobatannya sampai 6 bulan.

Penutup

Kasus-kasus pasien yang saya temui sehari-hari memang kebanyakan kasus dengan keluhan psikosomatik. Sembilan puluh persen pasien yang datang mengeluh keluhan psikosomatik walaupun gejala-gejalanya beragam dan sudah pasti diagnosisnya pun beragam. Beberapa kasus memang ada yang mempunyai respon lambat terhadap pengobatan namun juga ada yang segera. Kasus-kasus remisi/sembuh tidak sempurna sering juga dialami dan ini memerlukan teknik untuk mencapai suatu kondisi yang diinginkan bersama. Semoga tampilan kasus ini bisa memberikan kepada kita suatu pemahaman yang lebih baik tentang gejala-gejala psikosomatik Salam Sehat Jiwa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com