Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/01/2013, 18:26 WIB

KOMPAS.com - Bernyanyilah, maka Anda akan bahagia. Begitulah keyakinan anggota Jakarta International Community Choir. Maka, mereka pun menyisihkan waktu sepulang kerja supaya bisa bernyanyi bersama.

Hujan rintik-rintik membekap Jakarta sepanjang sore dan menghadirkan udara dingin, awal Januari lalu. Namun, suasana di sebuah ruangan di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan, terasa hangat. Di sana, ada 30 laki-laki dan perempuan menyanyikan lagu-lagu Bee Gees seperti ”Stayin’ Alive” dan ”How Deep is Your Love”. Canda dan tawa berseliweran setiap mereka selesai menyanyikan satu lagu.

Mereka yang sedang berlatih menjelang pertunjukan bernuansa tahun 1970-an bertema ”Saturday Night Fever” yang diambil dari judul film musikal Hollywood dengan bintang John Travolta. Selain berlatih menyanyi bersama, malam itu mereka juga berlatih koreografi yang sekilas tampak sederhana.

Penyanyi profesionalkah mereka? Bukan, mereka adalah warga Jakarta dari beragam kalangan yang gemar bernyanyi dan bergabung dengan komunitas paduan suara bernama Jakarta International Community Choir (JICC). Winnugroho (30), misalnya, seorang dokter yang tengah menempuh pendidikan spesialis saraf di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo. Di sela-sela kesibukannya, ia menyempatkan diri berlatih paduan suara bersama JICC. Winnugroho rela pulang malam demi latihan meski esok pagi harus bertugas di rumah sakit lagi.

”Saya senang menyanyi. Dengan begitu, saya bisa menghibur orang lain atau paling tidak diri sendiri,” ujar Winnu, yang bergabung dengan JICC tahun 2008.

Seperti Winnugroho, Ardi Purnamaningtyas (32), karyawan perusahaan investasi, membagi waktunya agar bisa ikut latihan bernyanyi. Setiap Senin, perempuan itu berusaha menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat agar bisa datang ke tempat latihan JICC sebelum pukul 19.30. ”Harus ada usaha seperti menembus kemacetan demi menjalani hobi. Rasa capek langsung hilang ketika bertemu teman-teman JICC,” tuturnya.

Tanpa audisi
Ivonne Atmojo, salah seorang pendiri dan pengarah musik JICC, menceritakan, komunitas itu didirikan tahun 2005. Saat itu, Ivonne baru pulang dari Amerika Serikat (AS) dan mengajar musik secara privat. ”Salah seorang murid saya ekspatriat. Suatu hari, ia meminta saya untuk membentuk choir. Saya bilang oke, tapi saya lihat dulu choir yang seperti apa,” tutur Ivonne.

Ia melihat kebanyakan kelompok paduan suara di Indonesia berbasis audisi, sementara di AS kelompok paduan suara berbasis komunitas. ”Di mana-mana di AS ada choir. Mereka tak hanya bernyanyi, tetapi juga berbagi kesenangan dan saling mengenal. Nah, saya akhirnya memilih choir yang seperti itu,” katanya.

Itu sebabnya Ivonne tidak mensyaratkan orang yang ingin bergabung dengan JICC harus sudah bisa bernyanyi atau menari. ”Pokoknya kita gabung dulu saja, berteman, nyanyi bersama, tertawa, senang-senang, kadang nongkrong ramai-ramai. Setelah itu baru belajar menyanyi. Prosesnya begitu.”

Belakangan, Ivonne memasukkan unsur koreografi agar menyanyi jadi lebih menyenangkan. ”Sebagian anggota kami, kan, orang kantoran yang kerjanya duduk terus. Jadi, ada sesuatu yang hilang, yakni gerak. Di sini, saya membuat mereka bergerak agar ekspresi mereka juga keluar,” ujar Ivonne.

Tahun 2006, jumlah anggota JICC sekitar 50 orang. Sebagian besar anggotanya ekspatriat. Dua tahun kemudian, mayoritas anggota justru orang Indonesia berlatar belakang karyawan perusahaan. Perubahan lainnya adalah Ivonne tidak lagi mengomando semuanya. Ia mulai mendelegasikan urusan koreografi, kostum, tata rambut, tata rias, bahkan komposisi musik kepada anggota yang berminat. ”Kami mulai menerapkan prinsip saling membantu,” ujarnya.

”Stayin’ Alive”
JICC menggelar pertunjukan setidaknya setahun sekali di Music Republic dengan tema berganti-ganti seperti Broadway dan Helloween. Tahun ini, mereka memilih konser bergaya serial musikal Glee yang lebih ceria.

Pertunjukan seperti inilah yang ditunggu-tunggu anggota JICC. Ardi mengaku lebih bergairah menjelang pertunjukan. Saat itulah bakatnya untuk meracik kostum pertunjukan tersalurkan. Ardi biasanya rajin membongkar lemari milik keluarga untuk menemukan ”harta karun” berupa pakaian lama yang cocok untuk kostum.

”Karena pertunjukan Maret nanti temanya tahun 1970-an, ini berarti saatnya (pakaian bermotif) bunga-bunga besar dan (celana) cutbray lama keluar, ha-ha-ha,” tutur Ardi.

Chairis Yoga (48), pengusaha, juga sudah tidak sabar menanti saatnya pertunjukan JICC tiba. Saat itulah hasil latihan bernyanyi bersama JICC akan dilihat langsung keluarga dan teman-teman dekatnya. ”Rasanya senang dan bangga bisa menghibur mereka,” ujar Chairis yang telah 10 kali ikut pertunjukan bersama JICC.

Apa komentar mereka? ”Mereka bilang bagus, seru. Komentar seperti itu sudah membikin saya melayang, ha-ha-ha,” katanya di sela-sela latihan.

Chairis pun segera masuk kembali ke ruang latihan dan bernyanyi sambil bergoyang ”Stayin’ Alive.” Feel the city breakin’ and everybody shakin’/ And we’re stayin’ alive, stayin’ alive/ Ah, ha, ha, ha, stayin’ alive, stayin’ alive/ Ah, ha, ha, ha, stayin’ alive.

(Budi Suwarna/Indira Permanasari)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com