Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paradoks Kesehatan Daging

Kompas.com - 01/04/2013, 02:18 WIB

Tri Satya Putri Naipospos

Belum pernah dalam sejarah, harga daging sapi naik demikian mahalnya. Di pasar-pasar becek di Jakarta, harga daging mencapai Rp 110.000 per kilogram.

Kalangan pebisnis daging mengatakan, dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, harga tidak akan pernah turun lagi ke harga normal, Rp 40.000-Rp 60.000. Namun, yang luput diperhitungkan adalah berapa harga yang sesungguhnya harus dibayar konsumen untuk kesehatan daging?

Kita semua tahu pola pangan orang Indonesia bertumpu pada beras. Beda dengan masyarakat di Amerika Utara, Eropa, ataupun China. Protein lebih banyak didapat dari ikan, kedelai, dan telur dibandingkan dari daging dan susu.

Konsumsi daging sapi yang 2 kilogram per kapita per tahun masih sangat rendah kalau dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN. Bahkan, jauh lebih rendah daripada Brasil, Rusia, dan China. Orang Indonesia menyukai daging sapi, tetapi lebih banyak mengonsumsi daging ayam.

Sesungguhnya yang terjadi belakangan ini pada sektor sapi potong Indonesia bukan hanya dirasakan sebagai paradoks ekonomi, melainkan juga paradoks kesehatan daging. Di negara ini, bisnis daging sapi telanjur tercipta tanpa terlalu banyak memperhitungkan kelas (grade) ataupun karakteristik produk.

Bagi umumnya konsumen, daging sapi adalah daging merah, kenyal, tak berbau, dan tak berair. Konsumen kurang berminat untuk mengetahui bagaimana daging diproduksi, bagaimana ternak sapi hidup diperdagangkan, bagaimana ternak sapi jadi daging, atau bahkan di mana tempat membeli daging.

Kesehatan daging

Daging bukan hanya komoditas pertanian yang punya nilai ekonomi, melainkan juga esensial bagi pemenuhan kebutuhan gizi rakyat Indonesia, terutama generasi muda bangsa. Namun, kepedulian konsumen akan kesehatan daging masih belum terbangun dengan baik dan benar. Daging sehat adalah daging yang berasal dari pola budidaya ternak yang sehat, tidak mencemari lingkungan, dan disembelih secara ”manusiawi”.

Padahal, kesehatan daging semestinya menjadi hal mendesak, dengan pergerakan industri dari sekadar komoditas menjadi ”daging berkualitas” (quality meat). Kompleksnya kesehatan daging ditentukan sejak di hulu—dari peternakan asal—sampai ke hilir, melalui rantai suplai yang cukup panjang. Cara pemberian pakan, antibiotik, dan hormon pemacu pertumbuhan untuk ternak di hulu sangat memengaruhi kesehatan daging. Begitu juga pestisida yang digunakan untuk penyemprotan kandang dan lahan peternakan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com