Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/04/2013, 11:01 WIB

KOMPAS.com - Para perempuan anggun berkain dan berkebaya, sedangkan para pria terlihat gagah mengenakan beskap dipadu kain jarit, belangkon, dan selop. Berbalut busana adat, mereka tetap tangkas bekerja. Begitulah pemandangan di lingkungan kantor Pemerintah Kota Solo, Jawa Tengah, setiap hari Kamis.

Kemeja batik juga dikenakan oleh pegawai negeri sipil (PNS) di Solo setiap Rabu dan Jumat. Para pria mengenakan beskap landung, yakni beskap tanpa coakan tempat keris di punggung, tepatnya di pinggang bagian belakang. Para perempuan berkebaya kutubaru. Kebaya kutubaru dan beskap landung, menurut Ketua Perhimpunan Ratna Busana Solo Danarsih Santosa, merupakan model busana yang paling lama dikenal masyarakat Solo.

”Kebaya kutubaru dulu dipakai ibu-ibu petani sebagai ’seragam’ kerja di sawah. Berbeda dengan kebaya kartini yang tertutup, dipakai di keraton,” ujar Danarsih yang juga konsultan pembuatan seragam ini.

Ketentuan yang mewajibkan PNS di Solo mengenakan busana adat sebagai seragam kerja diterapkan sejak Februari tahun lalu. Saat itu Wali Kota Solo Joko Widodo—kini Gubernur DKI Jakarta—memandang pentingnya memperkuat identitas kota Solo melalui pakaian yang dikenakan warganya.

Meski model dasarnya yang sama, detail kebaya yang dikenakan bervariasi. Ada yang lengannya dibuat lebar atau dibordir. Agar praktis dikenakan, jarit dijahit tanpa dipotong dan diberi retsleting lengkap dengan lipatan-lipatan kain atau wiru di bagian depan. Demikian pula kain bawahan beskap dijahit menjadi celana, tetapi bagian depannya tampak seperti kain panjang dengan atau tanpa wiru. Ini memudahkan pegawai yang bersepeda motor.

Ketika terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo juga membuat peraturan yang mewajibkan PNS di DKI berpakaian adat setiap hari Jumat mulai Januari 2013. Para pegawai perempuan berkebaya encim—khas Jakarta—dan berkain. Para pria mengenakan baju sadariah, yakni setelan baju koko, kopiah, dan berkalung sarung di leher.

Kebaya encim sudah sangat akrab bagi perempuan di Jakarta. Ruang padu padannya pun cukup luas. Bagi pria, mengenakan baju sadariah juga relatif praktis, cukup dengan memadukan kemeja koko putih dengan celana kain yang biasa dipakai ke kantor ditambah peci hitam dan menyandang sarung.

Satu-satunya ”masalah” adalah membiasakan menyandang sarung di bahu. Kepala Bidang Humas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Eko Haryadi menuturkan, meski para PNS pria membawa sarung, kebanyakan memilih menyimpannya saja di ruang kantor. ”Kalau dibawa kemana-mana bisa-bisa ketinggalan,” ujarnya.

Ied Sabilla, pegawai di kantor Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bercerita, awalnya ia sempat kagok naik-turun bus ke kantor dengan kebaya encim dan berkain panjang. ”Namun, lama-lama enggak masalah lagi, saya jadi terbiasa,” ujar Ied.

Angso duo
Di Jambi, penghargaan pada warisan budaya ditunjukkan dengan menggunakan batik bermotif khas Jambi—seperti motif candi muaro jambi, angso duo, dan durian pecah—sebagai seragam kerja di kantor.

Di Bank Indonesia perwakilan Jambi, misalnya, para pegawai sepakat mengenakan batik Jambi setiap Selasa dan Jumat. Mereka memesan kain batik dengan motif dan warna yang sama lalu menjahitkan sendiri kain itu sesuai selera masing-masing.

Marlison Hakim, Pemimpin Bank Indonesia Perwakilan Jambi bercerita, seragam batik berwarna jingga dengan motif candi muaro jambi dan buah buku yang mereka kenakan kerap membuahkan pujian dalam pertemuan dinas bersama instansi lain. ”Betapa bangga kami memakai batik yang motifnya sangat khas Melayu,” ujarnya.

Mengenakan batik khas Jambi dirasakan lebih praktis ketimbang pakaian adat Jambi berupa baju kurung bertengkuluk bagi perempuan dan teluk belango bagi pria. Di lingkungan kantor Pemerintah Provinsi Jambi, para pegawai juga mengenakan batik khas Jambi setiap hari Kamis. Pakaian adat baju kurung bertengkuluk dan teluk belango diimbau dikenakan pada Jumat terakhir setiap bulan.

Tengkuluk adalah kain yang dililitkan di kepala perempuan. Dalam budaya Jambi, tengkuluk kerap dipakai perempuan untuk melindungi kepala dari terik matahari di sawah. Tengkuluk dipakai pula saat pengajian dan kondangan.

Pakaian teluk belango bagi pria berupa setelan atasan baju koko Melayu senada dengan celana panjang dan sarung melingkari pinggang hingga sebatas lutut. Sayangnya, tradisi berbaju kurung dengan tengkuluk dan teluk belango di lingkungan kerja belakangan meredup. Memakai tengkuluk dianggap kurang praktis. ”Saya jarang pakai tengkuluk. Tidak bisa memasangnya di kepala,” ujar Retno, pegawai di kantor Pemerintah Provinsi Jambi.

Soal kebiasaan
Anggapan bahwa berpakaian adat sebagai seragam kerja itu merepotkan, menurut perancang mode Musa Widyatmodjo, sekadar perkara kebiasaan. ”Ketika seorang perempuan mulai mengenakan busana muslim sehari-hari, misalnya, awalnya ia pasti juga merasa repot. Namun, begitu terbiasa, tak jadi soal sama sekali,” ujarnya.

Di Indonesia, budaya berkain dan berpakaian adat, menurut Musa, kini hampir terlupakan. Pakaian adat sebatas dikenakan pada momen pesta atau upacara adat. ”Berbeda dengan pakaian sari di India, misalnya, masih lazim dipakai saat kerja kantoran ataupun kerja kasar di pasar. Dulu kita juga begitu. Ibu-ibu di Jawa pakai jarit ke pasar atau ke sawah atau tengkuluk di Sumatera.”

Karena itu, berpakaian adat ke kantor pada hari tertentu diperlukan untuk membangun lagi kesadaran dan kebanggaan terhadap aset budaya. Musa yang juga mempelajari aspek psikologi mode meyakini, berpakaian adat ikut memengaruhi tingkah laku. Pakaian yang dikenakan dengan penghormatan terhadap nilai budaya secara sadar atau tidak akan membuahkan perilaku lebih berbudaya.

”Saya yakin tak ada orang pakai sarung yang lompat pagar pembatas untuk menyeberang jalan. Tak akan ada juga anak sekolah yang tawuran pada hari di mana mereka harus berseragam beskap misalnya,” kata Musa. (EKI/ITA/DAY)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com