Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/01/2016, 12:40 WIB
Nyaris pingsan melihat donat. Sakit perut ketika cuaca berubah mendung. Sepertinya konyol, namun fobia adalah persoalan serius. Butuh bantuan ahli untuk mengatasinya.

 Wajah Wijatmoko (42) memerah, tangannya gemetar, keringat dingin mulai mengucur ketika melihat ada kardus bertuliskan merek donat di atas meja rapat yang sedang dikerubungi rekan-rekan kerjanya. Ia langsung ngibrit meninggalkan ruang kantor.

Koko, demikian ia biasa dipanggil, sangat takut pada donat. Perasaan takut dan jijik langsung meluap setiap kali melihat kue dengan lubang di tengah itu. Siksaan ini sudah dirasakannya sejak remaja.

”Yang saya ingat, rasa takut dan jijik seperti itu muncul ketika saya kelas I SMP. Nenek saya setiap hari berjualan kue, dan suatu hari di dalam tampahnya ada donat. Buat saya, bentuk kue itu menjijikkan sekali, seperti tinja. Dan ketika saya melihat orang memakannya, saya ingin muntah. Kok kotoran dimakan...,” kenang Koko.

Koko mengakui, ia sebisa mungkin menyimpan persoalannya itu untuk dirinya saja, karena begitu teman-temannya tahu kelemahannya, ia kerap dipermainkan.

”Saya pernah ditakut-takuti teman dengan donat sampai kejar-kejaran. Saya marah sekali sampai dendam pada orang itu,” kata Koko.

Setelah menikah, persoalan itu membuatnya lumayan repot karena gerai donat semakin banyak di mal dan pertokoan. Bukan hanya itu, anaknya yang terkecil (7 tahun) pun sangat menyukai donat.

”Istri dan anak saya yang paling besar sudah mengerti kondisi saya. Begitu masuk mal, biasanya kita menghindari melintas di depan toko atau kafe yang menjual donat. Kalau anak saya kepingin donat, biasanya istri saya membeli donat yang bentuknya tidak berlubang. Donat itu di rumah disimpannya di tempat terpencil agar tidak terlihat dan tercium oleh saya. Baru tercium baunya saja saya sudah cemas,” kata Koko.

Sampai saat ini Koko belum mau meminta bantuan ahli untuk menghilangkan fobianya meskipun itu sudah berlangsung hampir tiga dekade. Ia mengaku merasa mampu untuk menyembuhkan sendiri.

”Ada juga sih perasaan takut diketawain, kok takut sama donat? Selain itu, saya juga berpikir, toh cuma donat yang tidak bisa saya makan, masih banyak makanan lain. Jadi saya menganggapnya belum mengganggu,” kata Koko.

Mendung

Michelle (39) selalu dicekam ketakutan tiap kali langit gelap karena mendung. Benaknya mendadak dibanjiri bayangan kejadian alam yang bisa terjadi di luar kendalinya. ”Mendung itu berpotensi hujan badai, bahkan rasanya juga seperti tanda-tanda kiamat,” ujar ibu dua anak yang tinggal di Solo ini.

Ia baru lega ketika akhirnya hujan turun dengan biasa, tanpa angin kencang dan petir. Mendung gelap amat berdampak pada aktivitas Michelle sehari-hari. Tiap kali langit mendung, ia berdebar-debar, kesulitan berkonsentrasi, juga kehilangan fokus ketika diajak berbincang oleh orang lain.

Perutnya juga selalu bereaksi buruk tiap kali langit gelap, ia mendadak buang-buang air dan sama sekali kehilangan selera makan.

”Aku jadi seperti enggak bisa berpikir, enggak produktif banget tiap kali tahu kalau langit di luar rumah atau kantor sedang mendung. Mungkin kalau aku jadi pegawai, musim hujan yang banyak mendung bisa bikin aku dipecat,” ujar Michelle.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com