Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/01/2016, 12:30 WIB
KOMPAS.com - Seperti setiap pasangan yang telah menikah, orang dengan HIV/AIDS (ODHA) juga mendambakan kehadiran buah hati dalam rumah tangganya. Namun, kekhawatiran akan kesehatan calon buah hati dan stigma yang diterima dari lingkungan, bahkan tenaga kesehatan, membuat keinginan memiliki keturunan sering sulit diwujudkan.

Impian untuk memiliki anak lagi sebenarnya sudah lama dipendam Hartini (35). Tetapi ibu rumah tangga yang positif HIV ini masih dibayangi ketakutan jika kelak bayinya juga tertular virus darinya.

"Sudah lama saya ingin menambah anak, apalagi anak pertama saya yang sekarang berumur 18 tahun selalu mengatakan ingin punya adik. Ini yang membuat saya berani bermimpi punya anak lagi," katanya berbagi pengalaman dalam acara yang diadakan oleh Pusat Penelitian HIV & AIDS Atma Jaya Jakarta (27/1/16).

Hartini yang mengetahui dirinya terinfeksi HIV di tahun 2007 tersebut saat ini menikah dengan suami kelimanya yang negatif HIV. Suaminya yang berprofesi sebagai pengojek daring ini sejak awal mengetahui status kesehatan Hartini dan berkomitmen untuk memiliki anak dengannya.

Tetapi, memiliki anak bagi pasangan ODHA memiliki banyak tantangan. Hartini dan sang suami kesulitan mencari dokter yang mau membantunya merencanakan kehamilan.

“Baru bilang ke dokternya kalau saya ODHA dan mau hamil saja sudah ditolak. Banyak yang berkata, ‘Aduh Bu, jangan hamil nanti anaknya kasihan, tertular’,” ujar Hartini.

Setelah mencoba ke banyak dokter, akhirnya ia bertemu dengan dr.Ekarini, spesialis kebidanan dan kandungan dari RSUD Tarakan Jakarta yang mau membantunya merencanakan kehamilan.

Hartini lalu mengikuti program PMTCT (prevention of mother to child transmission of HIV) yang bertujuan mencegah bayi tertular HIV. Dalam program ini ia mendapat pendampingan dan konseling.

Persiapan kehamilan dilakukan selama 6 bulan, selama periode tersebut ia rutin mengonsumsi obat ARV sampai kadar virusnya tak terdeteksi

"Karena saya sudah rutin minum ARV sejak tahun 2008 jadi tinggal merencanakan kehamilan saja," kata wanita yang berdomisili di Ciledug Tangerang ini.

Meski dokter sudah mengatakan dirinya tak beresiko menularkan virus HIV pada suaminya, tapi ia tetap khawatir. Dokter kemudian menyarankannya untuk berhubungan seks menggunakan kondom yang bagian ujungnya diberi sedikit lubang agar sel sperma bisa membuahi sel telurnya.

Persalinan normal

Kehamilan yang sudah lama dinantikan pun akhirnya tiba. Selama 9 bulan pemeriksaan kehamilan dilakukan secara ketat. Proses persalinan pun dilakukan secara normal di Puskesmas Kecamatan Sawah Besar.

“Saat mau melahirkan, saya dapat penolakan dari puskesmas, terutama dari bidan yang mau membantu kelahiran anak. Alasannya macam-macam. Tetapi Kepala Puskesmasnya mengerti soal HIV jadi akhirnya saya bisa melahirkan di sana,” katanya.

Sejak awal Hartini memang berharap bisa melahirkan normal. Oleh dr.Ekarini ia diyakinkan bisa melahirkan secara normal. Begitu lahir bayinya langsung mendapat profilaksis atau pemberian obat antivirus. Hartini juga boleh memberikan ASI.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com