Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/02/2016, 13:19 WIB
Kontributor Health, Dhorothea

Penulis

KOMPAS.com - Penyakit demam berdarah adalah penyakit khas daerah tropis dan subtropis. Pasalnya, suhu beku semasa musim dingin yang mematikan larva dan telurnya. Tetapi kenaikan suhu bumi menyebabkan nyamuk ini jalan-jalan ke negeri empat musim. 

Di musim panas 2014 terjadi epidemi demam berdarah di Jepang. Ketika itu masyarakat di Negeri Sakura dihebohkan dengan berita 162 orang dari 18 prefektur yang terinfeksi demam berdarah.

Namun pemerintah Jepang berhasil mencegah penyebaran lebih luas karena berhasil menemukan dan mengobati pasien pertama, seorang gadis remaja.

Yoyogi Park diketahui menjadi tempat awal penyebaran penyakit demam berdarah berhubung gadis itu dan semua teman-temannya yang main ke taman itu juga terkena demam berdarah. Taman di tengah kota Tokyo itu pun ditutup selama 57 hari untuk pencegahan penyebaran lebih jauh.

Riset yang dilakukan oleh Mutsuo Kobayashi, anggota kehormatan National Institute of Infectious Disease menemukan keberadaan nyamuk tiger di Prefektur Miyagi dan sebagian Prefektur Akita pada 2000.

Nyamuk-nyamuk itu diprediksikan bakal sampai di Pulau Hokkaido di akhir abad 21. Hokkaido dikenal sebagai pulau yang paling dingin di Jepang. Ketika musim dingin salju sangat berkelimpahan di pulau tersebut.

"Kenaikan suhu di utara Jepang selama 10 tahun terakhir ini luar biasa. Seharusnya perubahan ini diobservasi selama beberapa ratus tahun," kata Kobayashi.

Penyebaran habitat nyamuk itu di Jepang tidak serta merta menyebabkan terjadinya epidemi demam berdarah. Nyamuk dapat menularkan virus jika ada manusia pembawa virus yang digigit nyamuk.

"Jepang menjadi negara dengan risiko demam berdarah," ujarnya.

Untuk mengantisipasi wabah demam berdarah di musim panas lalu, Kementrian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan sudah meminta pemerintah daerah untuk segera melaporkan pasien yang diduga mengalami demam berdarah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com