Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/02/2016, 10:11 WIB
Lily Turangan

Penulis

KOMPAS.com - Hubungan ilmiah antara Zika dan kerusakan otak bayi belum terbukti. Tapi, laporan meningkatnya kasus mikrosefalus di Brasil yang sedang dilanda virus Zika, telah cukup untuk mendorong Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan keadaan darurat kesehatan bagi masyarakat internasional pada hari Senin lalu, dengan catatan "para ahli sepakat bahwa ada kecurigaan yang kuat mengenai hubungan kausal antara infeksi Zika selama kehamilan dan mikrosefalus."

Beberapa dokter di Brasil menceritakan, mereka sudah didatangi beberapa wanita hamil yang ingin aborsi, karena takut bayinya menderita mikrosefalus.

Dr. Artur Timerman, spesialis-penyakit menular di São Paulo, mengatakan bahwa dua pasien telah menemuinya dalam beberapa pekan terakhir ini, memintanya mengakhiri kehamilan mereka karena mereka dinyatakan positif virus Zika.

"Mereka datang ke kantor saya dan bertanya, 'Apakah ada risiko bagi bayi saya untuk menderita mikrosefalus?' Kita perlu untuk memberitahu mereka apa adanya. Mereka menanyakan apakah risikonya besar atau kecil.”

“Saya jawab bahwa saya tidak tahu. Mereka bertanya lagi, apa yang akan saya lakukan jika saya ada di posisi mereka. Saya katakan bahwa keputusan itu adalah keputusan pribadi. Kemudian, mereka mengatakan bahwa mereka akan tetap melakukan aborsi," lanjut dr. Artur.

Perdebatan mengenai apakah ibu hamil yang terinfeksi Zika diperbolehkan untuk melakukan aborsi, kini sedang berkumandang di seantero Brasil.

Dorongan untuk melonggarkan aturan aborsi menimbulkan masalah yang sulit dari berbagai sisi. Pendapat pro dan kontra berseliweran dengan argumennya masing-masing.

Kasus mikrosefalus parah biasanya dapat dideteksi dengan USG sekitar akhir trimester kedua, atau kira-kira pada usia kehamilan 24 minggu.

Para pendukung undang-undang antiaborsi Brasil berpendapat bahwa aborsi di usia kehamilan setua itu, sama saja seperti mengintensifkan masalah pada keadaan yang sudah menyedihkan.

"Pada usia kandungan sebesar itu, anak Anda sudah sangat terbentuk dan orangtua sadar ini," kata Dr Lenise Garcia, seorang profesor biologi di University of Brasília dan presiden Brazil Without Abortion.

"Mengaborsinya akan menciptakan rasa bersalah seumur hidup bagi sang Ibu dan berisiko tinggi bagi keselamatan ibunya juga."

Hakim Jesseir Coelho de Alcântara, yang secara terbuka menyatakan bahwa aborsi harus diperbolehkan dalam kasus-kasus mikrosefalus, mengakui bahwa masalah ini sangat kompleks.

"Saya tahu ini sangat sulit karena ini subjek baru, memerlukan diskusi yang menyeluruh dan pengaruh ajaran agama juga ada," kata Hakim Coelho de Alcântara. "Tapi pendapat saya adalah, dalam kasus ini sebaiknya aborsi diizinkan."

Sementara itu, para pendukung aborsi mengutip Putusan Mahkamah Agung Brasil yang membolehkan aborsi saat janin didiagnosa anensefalus. Anensefalus adalah cacat lahir yang sangat serius di mana sebagian otak atau tengkorak janin, hilang.

Hampir semua bayi anensefalus meninggal tak lama setelah lahir, kata Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com