Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/02/2017, 14:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 17 organisasi profesi kesehatan mendukung Presiden Joko Widodo agar tidak menyetujui Rancangan Undang-Undang Pertembakauan. Sebab, rancangan regulasi itu dinilai mengabaikan dampak buruk rokok bagi kesehatan.

Peneliti pada Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience, Adhi Wibowo Nurhidayat, Selasa (21/2), di Jakarta, mengungkapkan, fakta ilmiah bahwa rokok menyebabkan kecanduan tak terbantahkan. Hasil riset yang dimuat di jurnal The Lancet tahun 2007 menyatakan, level adiksi rokok di bawah heroin dan kokain sehingga perokok sulit berhenti merokok.

Selain itu, rokok juga jadi pintu masuk pada narkotika dan obat terlarang. Perokok berpotensi mengonsumsi alkohol, ganja, kokain, dan heroin.

Namun, pemahaman banyak pihak di Indonesia tentang rokok tertinggal dari negara lain. Fakta rokok bersifat adiktif, misalnya, tak disebut di RUU Pertembakauan usulan DPR. RUU Pertembakauan diklaim komprehensif karena ada kepentingan industri, kesehatan, dan petani. RUU itu jadi prioritas dan diusulkan kepada Presiden agar dibahas.

Tak bisa disatukan

Padahal, RUU Pertembakauan menafikan aspek kesehatan masyarakat. Kepentingan kesehatan tak bisa disatukan dengan kepentingan industri rokok di satu regulasi.

Untuk itu, Senin (20/2), sebanyak 17 organisasi profesi kesehatan menyatakan menolak RUU Pertembakauan. Mereka mendukung Presiden Jokowi agar tak menyetujui rancangan regulasi itu. "Jika RUU Pertembakauan lolos, industri rokok kian mudah menyasar anak dan remaja. Ini merusak Nawacita dan mengganggu revolusi mental Jokowi," kata Adhi.

Organisasi itu antara lain Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia, Yayasan Jantung Indonesia, Persatuan Onkologi Indonesia, dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia.

Sikap yang sama juga disampaikan Persatuan Dokter Paru Indonesia, Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia, Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, dan Persatuan Dokter Kedokteran Komunitas dan Kesehatan Masyarakat Indonesia.

Organisasi lain yang juga menolak RUU Pertembakauan ialah Perhimpunan Wicara Esofagus, Ikatan Terapi Wicara, Yayasan Stroke Indonesia, Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience, dan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau.

Ketua Bidang Kajian Obat dan Farmakoterapi PB IDI Masfar Salim menegaskan, IDI menolak aturan yang mendukung konsumsi rokok. Produksi rokok yang dikehendaki RUU itu mengancam pencapaian target jaminan kesehatan semesta dan membebani ekonomi negara.

Beban biaya pengobatan penyakit terkait rokok yang ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan tahun 2014-2016 mencapai Rp 34,2 triliun. Menurut Pengurus Bidang Hukum IBI, Heru Herdiawati, ibu hamil yang perokok membahayakan janin. (ADH)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Februari 2017, di halaman 13 dengan judul "Perketat Pengendalian Rokok".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com