Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/05/2017, 12:37 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Berburu binatang bagi sebagian orang dianggap sebagai olahraga atau sebuah kesenangan. Para pemburu itu dengan bangga berpose gagah di media sosial dengan hewan buruannya, terkadang hewan langka.

Kegiatan perburuan hewan-hewan besar dan berbahaya sebagai sebuah tontonan sudah dikenal manusia sejak berabad silam.

Menurut catatan sejarah, pada masa Kekaisaran Assyria atau Mesopotamia sekitar 4000 tahun lalu, seorang raja merasa sangat bangga jika mereka mampu membunuh gajah, banteng liar, singa, burung unta, dan juga kambing gunung.

Perburuan itu memang diatur dan dilakukan semata untuk hiburan para bangsawan dan juga ajang pamer kegagahan.

"Berburu merupakan cara untuk menunjukkan kekuatan dan dominan kerajaan. Sebuah perburuan dianggap sukses jika mampu membunuh binatang liar, terutama hewan yang berbahaya dan sering menyerang manusia," kata Linda Kalof, profesor sosiologi dari Michigan State University.

Pandangan bahwa hewan buruan merupakan piala dari ajang pamer kekuatan juga masih dianut sampai saat ini. Menurut Kalof, di beberapa negara Afrika, kegiatan berburu sebagai hiburan yang mahal masih didominasi oleh pria kulit putih.

"Berburu merupakan ideologi yang sudah mengakar pada kolonialisme dan patriaki," katanya.

Kegiatan berburu juga melibatkan uang yang besar. Bukan rahasia bahwa perburuan yang legal, yang dilakukan dalam pengawasan pemerintah dan hanya memburu hewan tertentu, membutuhkan biaya besar untuk mendapat izin.

Menurut ahli biologi Chris Darimont, orang yang berburu sebagai kegiatan rekreasi senang berfoto dengan hewan buruannya. Foto itu merupakan bukti bahwa mereka mampu membiayai hobi yang mahal. Dengan kata lain, berburu merupakan cara untuk menunjukkan status sosial.

Pria juga menjadikan kegiatan berburu sebagai cara mengirim pesan pada rivalnya dan calon pasangannya. "Mereka ingin orang lain tahu bahwa mereka mampu mengambil risiko," kata Darimont.

Livescience Lukisan kegiatan berburu yang dilakukan bangsawan di zaman kuno.
Dana konservasi

Lebih dari sekadar hobi, para pecinta kegiatan berburu sering beralasan uang yang mereka keluarkan untuk mendapat izin berburu berguna sebagai dana konservasi hewan langka.

Menurut World Wide Fung for Nature (WWF), ketika seseorang membayar jutaan rupiah untuk berburu, sebagian dana itu dipakai oleh pemerintah untuk membiayai program kelestarian hewan.

Di Afrika, aktivitas perburuan legal juga melibatkan banyak tenaga kerja dan memberi pemasukan bagi pemerintah setempat.

"Ketika masyarakat melihat bahwa alam liar bisa memberi nilai ekonomi, perburuan bisa membuat komunitas lokal mau melindungi hewan-hewan liar itu," kata juru bicara organisasi Safari Club International (SCI).

Di Namibia, pemerintah menerapkan aturan kuota berburu bagi badak hitam. Populasi hewan ini terancam punah, hanya ada 5.000 di alam liar. Perburuan hanya diizinkan bagi badak jantan yang sudah diternakkan.

"Kegiatan perburuan itu bukan hanya membuat populasi badak hitam bertambah, tapi juga menghasilkan pemasukan ratusan ribu dollar bagi pemerintah untuk mendanai konservasi. Pemasukannya lebih besar dari pada kegiatan turisme," kata SCI.

Meski demikian, banyak pihak yang meragukan penggunaan pemasukan dana tersebut.


Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com