Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Bagian Otak yang Hilang Itu Bernama Nurani

Kompas.com - 09/06/2017, 09:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBestari Kumala Dewi

 

Berpikir linier vs berpikir lateral

Pola-pola berpikir linier menjadikan manusia akhirnya hanya mengandalkan kekerasan, atau uang sebagai penyelesaian masalah, bahkan seks untuk meredam amarah atau solusi pertengkaran.

Sebaliknya, hanya anak-anak yang dibiasakan dari kecil memiliki kemampuan berpikir lateral akan terasah menemukan kecerdasan, yang membuat mereka bukan hanya kreatif, tapi juga menjalankan solusi ‘menang bagi saya, jika kamu juga menang’.

Perdamaian, kearifan dan kemampuan hidup dalam keberagaman hanya bisa terjadi jika ini semua dimungkinkan.

Jika fungsi belajar dan mengingat seperti hafalan biologi dan menyelesaikan soal matematika melibatkan hipokampus di medial basal belahan temporal otak manusia dan melibatkan otak besar yang sering diolah, justru nurani terletak di area yang begitu kecil di otak depan – yang mestinya ‘dikedepankan’, tapi kerap terlupa.

Berbeda dengan memelajari hal yang membuat manusia nampak pintar, nurani yang memuat masalah moral dan etik hanya bisa cemerlang bila diasah dengan pendekatan normatif – yang membuat manusia memahami apa yang seharusnya, apa yang menjadi tujuan akhir hidupnya dan apa yang memberi makna mendalam baginya.

Nurani yang menempatkan diri di area kecil lateral frontal pole prefrontal korteks itu hanya bisa tumbuh dan berkembang jika orang mampu menghayati hidup dengan lebih sadar, bertanggung jawab dan mempunyai otonomi moral.

Orientasi hidup tidak mati terpaku pada satu pilihan dan menjadi radikal tentang tujuan akhir hidup, apalagi menebar hoax. 

Tapi, justru menumbuhkan kecerdasan lateral yang secara intelektual mampu menanggapi masalah-masalah baru dengan berbagai cara arif dan sekali lagi: bertanggung jawab.

Bimbingan konatif sejak kecil bukan hanya melatih anak berpuasa sebagai ritual komunitas atau ke panti asuhan hanya demi solidaritas terhadap kaum yang kurang beruntung, tapi panutan moral yang baik membuat anak bahkan di usia pra remaja bisa membangun kehendak serta pemurnian dari pamrih dan nafsu yang tak teratur – yang justru merupakan makna puasa sesungguhnya.

Remaja-remaja impulsif dengan kelakuan dan ujaran eksplosif adalah fakta nyata gagalnya pendidikan nurani.

Mereka barangkali tidak salah, sebab mereka hanya mencontoh orang-orang dewasa yang sama impulsifnya saat berebut kekuasaan, memaksakan kehendak dan rakus memuaskan nafsu.

Atau perilaku dewasa aneh tanpa nurani, yang menertawakan orang saat sedang berjalan terbentur kaca yang tak terlihat.

Atau menambah kemacetan jalan raya hanya karena menonton kecelakaan – bahkan jika perlu difoto, agar bisa jadi orang pertama  yang mengunggahnya ke media sosial. Tanpa sedikit pun berpikir untuk menolong yang tertimpa petaka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com