Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/08/2017, 12:02 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Setelah sukses membangkitkan gairah memakai batik di Indonesia, desainer Edward Hutabarat memilih kain lurik untuk diangkat ke panggung gaya hidup.

Di tangan Edo, panggilan perancang busana itu, lurik yang selama ini dianggap sebagai kain kawula alit karena menjadi "seragam" abdi dalam Keraton, bertransformasi menjadi desain pakaian yang modern.

Bagi Edo, lurik dan wastra Nusantara lainnya, seperti songket, batik, ulos, atau tenun, adalah wastra peradaban. "Kain Indonesia adalah wastra peradaban karena selalu dipakai untuk melengkapi seremoni. Mulai dari kelahiran, pernikahan, hingga kematian, selalu ada kain tradisi yang menyertai," ujarnya dalam konferensi pers pameran Tangan-Tangan Renta di Jakarta (23/8/2017).

Selama 7 tahun terakhir ini Edo aktif melakukan kunjungan ke sentra-sentra lurik di Klaten dan Yogyakarta.

Edo bercerita, ketertarikannya untuk mengeksplorasi wastra peradaban lurik muncul ketika ia dipercaya oleh keluarga Sultan Hamengkubuwono X untuk mendesain kebaya untuk upacara Tantingan, ritual penting dalam proses pernikahan seorang puteri Keraton.

"Waktu itu sekitar tahun 2002. Saya melihat keindahan ketika para abdi dalem memakai lurik," kata perancang yang sudah 36 tahun berkarya ini.

Busana pria yang maskulin menggunakan kain lurik rancangan Edward Hutabarat.Dok Djarum Bakti Foundation Busana pria yang maskulin menggunakan kain lurik rancangan Edward Hutabarat.
Selama menelisik proses pembuatan lurik di Klaten dan Yogyakarta, Edo melihat wastra itu tak lagi sekadar selembar kain, tapi menjadi rangkaian cerita tentang para manusia di balik lurik.

Rekaman visual yang mencakup segala pengalaman rasa yang berhasil ditangkap mata, hati, serta lensa kamera Edo selama 7 tahun terakhir ini ke sentra lurik kemudian ditampilkan dalam pameran bertajuk Tangan-Tangan Renta pada 23-28 Agustus 2017 di Pelataran Ramayana Hotel Kempinski Jakarta.

Edo memilih judul Tangan-Tangan Renta karena saat ini para perajin lurik didominasi warga berusia senja tanpa ada regenerasi yang baik. "Sudah seharusnya tangan-tangan renta itu beristirahat dan diteruskan oleh tangan-tangan muda agar lurik tetap lestari," ujarnya.

Selain pameran foto dan video, Edo juga menampilkan instalasi fashion dan juga benda sehari-hari menggunakan kain lurik. Pameran selama 6 hari ini didukung oleh Djarum Foundation.

"Pameran ini bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk memanfaatkan lurik dalam fashion dan juga living. Harapannya, lebih banyak masyarakat yang datang ke Klaten untuk belanja langsung kain lurik sehingga taraf hidup pengrajinnya meningkat," kata Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Dalam pameran yang dibuka oleh Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf, ditampilkan pula pagelaran busana menggunakan materi lurik.

Edo masih menggunakan resep yang dia buat ketika mengangkat baik, tetap menonjolkan potongan sederhana tanpa hiasan apa pun sehingga keindahan garis-garis lurik lebih menonjol. Pada beberapa rancangan ia memadukan kain lurik dengan kain bergaris untuk bis.

Dalam 40 busana pria dan wanita yang ditampilkannya, Edo berhasil menampilkan lurik dalam desain pakaian yang relevan dengan kebutuhan manusia urban yang aktif.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com