Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Kebiasaan Salah Menuai Sekian Masalah

Kompas.com - 28/09/2017, 19:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBestari Kumala Dewi

 

Lebih celaka lagi, masih ada dokter spesialis yang menertawakan kemampuan pasien mengubah gaya hidup. Cobalah jadi pasien diabetes di negri maju. Tak ayal negri kita dikenal royal obat-obatan di kala sakit.

Dan kondisi ini pastinya akan semakin parah dan masalah kian menggunung bilamana situasi sebelum sakit tidak pernah mendapat perhatian.

Kebiasaan salah bermula dari pola asuh masa kecil

Kebiasaan mencari jalan pintas, solusi seringkas-ringkasnya, jika masih malu menggunakan kata instan, membuat otak berpikir pendek dan jiwa kehilangan ‘grit’ – jika meminjam istiilah profesor muda yang sedang naik daun, Angela Lee Duckworth.

Keuletan dan kegigihan jiwa dalam segala aspek kehidupan pun bukan karunia, apalagi wangsit instan. Melainkan, hasil dari pola asuh keluarga yang masih menghargai komitmen serta keutamaan.

Bahwa uang itu bukan segalanya, walaupun uang itu penting. Sehingga, amat tidak masuk akal jika ada manusia menjual harga diri demi uang apalagi status.

Begitu pula uang hanyalah wahana, yang dikumpulkan sedikit demi sedikit, digunakan bukan untuk merendahkan harga diri lagi, tapi justru meningkatkan kualitas diri. Sehingga, dari kecil anak terbiasa menabung bukan untuk membeli makanan melainkan buku bermutu, misalnya.

Di hari tua, punya pulsa dan kuota berlebih pun tidak dipakai untuk menyebar berita sensasi (hanya supaya kelihatan kekinian, tidak telat informasi) padahal akhirnya menuai kontroversi.

Tanpa disadari, seseorang bisa punya andil dalam menciptakan kekisruhan, kebodohan dan keterbelakangan cara berpikir.

Bayangkan jika kuota berlebih itu dipakai untuk mengunduh buku elektronik atau berlangganan jurnal teranyar!

[Baca juga: Kesehatan Salah Kaprah, Adakah Rasa Bersalah?]

Kebiasaan salah yang kerap tidak disadari juga terjadi saat kita menelan mentah-mentah informasi tanpa berpikir lebih cermat apalagi menelusuri kebenaran fakta.

Hal yang juga tidak serta merta kita dapatkan sebagai kebijaksanaan, tetapi sekali lagi: pembiasaan sejak kecil untuk berpikir bukan hanya rasional tapi juga runut, terstruktur dan bisa dipertanggungjawabkan.

Sayangnya, kebiasaan melempar batu sembunyi tanganlah yang dijadikan pola – mulai dari kebiasaan mencari kambing hitam hingga mengangkat bahu menampilkan raut muka, ”Wah, ndak tahu ya...”

Terbiasa mengatakan “saya tidak tahu” di era milenial ini, suatu hari akan menuai badai. Harga yang harus dibayar akan sangat mahal. Mulai dari kecerobohan mengurus diri hingga korbannya orang lain.

Ungkapan “tidak tahu” secara implisit mengandaikan banyak hal, mulai dari orang tersebut tidak punya tanggung jawab hingga keberadaannya tidak bermakna sama sekali di dunia ini.

Sayang amat jika suatu perusahaan atau instansi pemerintah menggaji karyawan yang kerap menjawab “tidak tahu”.

Banyak orang besar di dunia ini mendapat titik balik dalam kehidupannya justru saat mereka menyadari kebiasaan-kebiasaan salahnya dan langsung berubah sebelum menuai masalah.

Seperti yang pernah diucapkan Albert Einstein, kegilaan itu adalah saat di mana ada orang mengharapkan hasil yang berbeda, tapi dalam hidupnya ia masih mengulangi cara-cara yang sama!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com