Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/12/2017, 23:00 WIB

KOMPAS.com - Wabah difteri semakin mengkhawatirkan.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan sampai dengan November 2017, ada 95 kabupaten dan kota dari 20 provinsi yang melaporkan kasus difteri.

Terdapat 622 kasus, dan 32 di antaranya meninggal dunia.

Semakin meluasnya wabah difteri, membuat Kementerian Kesehatan akhirnya menetapkan status kejadian luar biasa (KLB).

Baca juga : Kemenkes: Difteri Tahun Ini Luar Biasa

Sebenarnya difteri merupakan penyakit lama.

Berdasarkan  data dari Kementerian Kesehatan, sejak tahun 1990-an, kasus difteri di Indonesia ini sudah hampir tidak ada dan baru muncul lagi pada tahun 2009.

Difteri disebabkan oleh infeksi  bakteri corynebacterium diphtheriae dan biasanya mempengaruhi selaput lendir hidung dan tenggorokan.

Biasanya, difteri menyebabkan sakit tenggorokan, demam, kelenjar getah bening membengkak dan lemas.

Tapi, ciri difteri yang khas adalah munculnya pseudomembran atau selaput berwarna putih keabuan di bagian belakang tenggorokan  yang mudah berdarah jika dilepaskan.

Hal ini yang menyebabkan rasa sakit saat menelan, kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening, dan pembengkakan jaringan lunak di leher yang disebut bullneck.

Sumbatan ini bisa menghalangi jalan napas, menyebabkan Anda harus berjuang untuk bisa bernapas.

Obat memang tersedia untuk mengobati difteri. Namun, pada tahap lanjut, difteri dapat merusak jantung, ginjal dan sistem saraf Anda.

Bahkan dengan pengobatan, difteri tetap bisa mematikan.

Diperkirakan ada sekitar tiga persen penderita difteri meninggal dunia. Angka ini lebih tinggi untuk anak di bawah 15 tahun.

Biasanya, tanda dan gejala difteri dimulai dua sampai lima hari setelah seseorang terinfeksi.

Halaman:
Sumber Meetdoctor
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com