Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lewat Fosil Berusia 200 Juta Tahun, Peneliti Ungkap Evolusi Kupu-kupu

Kompas.com - 11/01/2018, 18:05 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Mendengar kata kupu-kupu atau ngengat, biasanya yang terbayang serangga cantik dengan sayap berbagai warna. Selain sayap yang elok, mereka juga mempunyai belalai panjang untuk menghisap nektar bunga.

Ternyata belalai panjang tersebut telah dimiliki sejak lama oleh nenek moyang kupu-kupu dan ngengat. Sebuah temuan terbaru yang dilakukan peneliti asal Eropa membuktikan hal ini.

Fakta ini bermula dari penemuan fosil kupu-kupu yang ditemukan di Jerman. Dari penelitian yang dilakukan, fosil itu diprediksi berusia lebih dari 200 juta tahun.

Temuan menarik yang sudah diterbitkan di jurnal Science Advances, Rabu (10/1/2018) itu menandai temuan kupu-kupu tertua di bumi sekaligus melihat evolusi kupu-kupu dan ngengat.

Baca juga: Spesies Ngengat Unik Ini Ditemukan Kembali Setelah 130 Tahun

Penemuan fosil langka dan berharga itu bisa dikatakan tak sengaja oleh para ahli pada 2012 saat meneliti batuan purba.

Paul K. Strother, peneliti yang menemukan fosil tersebut, awalnya menggunakan larutan asam untuk mengurai semua materi pada batuan hingga tersisa sejumlah fragmen kecil.

Mengira fragmen tersebut adalah sebuah fosil langka, Strother langsung menuju laboratorium rekannya Bas van de Schootbrugge, seorang ahli paleontologi mikrofosil di Jerman.

Saat itulah tim peneliti menemukan bagian penting yang merujuk pada kupu-kupu dan ngengat modern saat ini. Jika dilihat dengan mata telanjang, bagian itu seperti tumpukan debu.

Bagian yang mirip debu itu kemudian diteliti dengan mencampurkan gliserol dan air. Setelah itu, dengan menggunakan jarum seukuran rambut hidung manusia, peneliti berhasil mendorong bagian yang mirip belalai ke bawah mikroskop elektron.

"Saya sangat terkejut saat menemukan sisa-sisa mikroskopis organisme ini, ada bagian yang mirip dengan belalai atau hidung panjang yang dimiliki kupu-kupu," kenang Strother yang merupakan seorang ahli serbuk sari prasejarah dan spora dari Boston College, dilansir dari Washington Post, Rabu (10/1/2018).

Baca juga: Punya Jambul Kuning, Ngengat Ini Dinamai Donald Trump

Strother juga berkata, saat dia melakukan pengamatan sayap kupu-kupu tersebut ditutupi sisik kecil yang tumpang tindih.

Kupu-kupu jenis Troides di penangkaran Taman Kupu-kupu Gita Persada, Bandar Lampung, awal Juli 2016. Kawasan di kaki Gunung Betung seluas 4,6 hektar itu dulunya lahan kritis dampak pembalakan dan perambahan liar yang direhabilitasi menjadi taman kupu-kupu. KOMPAS/Vina Oktavia Kupu-kupu jenis Troides di penangkaran Taman Kupu-kupu Gita Persada, Bandar Lampung, awal Juli 2016. Kawasan di kaki Gunung Betung seluas 4,6 hektar itu dulunya lahan kritis dampak pembalakan dan perambahan liar yang direhabilitasi menjadi taman kupu-kupu.

Mereka kemudian meminta bantuan ahli yang mempelajari serangga modern untuk mengidentifikasi sisik tersebut. Sebab beberapa nyamuk dan lalat juga memiliki sisik, dan mereka ingin memastikan hewan apa fosil tersebut. Benar saja, sisik tersebut adalah milik kupu-kupu purba.

Kupu-kupu sudah ada sebelum bunga ada

"Penemuan kami menunjukkan bahwa kelompok serangga yang saat ini berkembang biak menggunakan serbuk bunga sebenarnya sudah hidup jauh lebih lama," kata Bas van de Schootbrugge, dikutip dari BBC, Kamis (11/1/2018).

Seperti yang telah disebutkan, fosil tersebut diprediksi telah berusia 200 juta tahun. Itu berarti kupu-kupu purba ini hidup 70 juta tahun lebih awal sebelum bunga tumbuh di bumi.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com