Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisakah Kita Mengandalkan Firasat dalam Menilai Kejadian?

Kompas.com - 24/03/2018, 11:10 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Banyak orang menyarankan agar kita mengikuti firasat kita. Namun, seberapa bisa diandalkan firasat tersebut? Kita juga sulit membedakan firasat dengan rasa takut atau keraguan.

Walau kita sering ragu untuk mengikuti firasat, tapi ternyata secara ilmiah bisa dibuktikan bahwa firasat sebenarnya adalah bagian dari sistem perlindungan yang rumit dan mendorong kita untuk menghindari situasi tertentu. Misalnya kejadian yang mengkhawatirkan atau mengancam.

Riset yang dilakukan oleh peneliti ilmu saraf Dr Linda Rinaman dari Florida State University melaporkan bahwa antara insting dan otak selalu berkomunikasi melalui saraf vagus yang letaknya di usus. Sistem saraf organ pencernaan memang sering dianggap sebagai "otak kedua".

Saraf Vagus merupakan jaringan dua arah yang luasnya 100 kali lebih besar dari permukaan kulit dan mengirim lebih banyak sinyal ke otak daripada sistem organ lainnya di tubuh.

Saraf ini membawa pesan penting dan detail dari otak ke tubuh yang umumnya digambarkan sebagai "firasat" awal yang mendorong kita untuk menilai situasi atau menghindarinya sama sekali.

Dalam melakukan riset ini, Rinaman berkolaborasi dengan James Maniscalco dari University of Illinois di Chicago. Riset menunjukkan bahwa sinyal-sinyal dari saraf organ pencernaan dapat bekerja sebagai bendera merah yang menghentikan kita membuat kesalahan.

"Sinyal umpan balik saraf vagus sangat protektif dan mendorong kewaspadaan," kata Rinaman.

Data riset juga mengungkapkan bahwa pola makan dapat berdampak besar pada kualitas sinyal firasat yang dapat menyebabkan perubahan suasana hati atau perilaku.

Rinaman mengklaim bahwa diet tinggi lemak dapat menyebabkan respons peradangan di saluran pencernaan, yang mengubah sinyal dari saraf vagus dan pada gilirannya dapat menyebabkan gejala kecemasan dan depresi.

"Bukti menunjukkan bahwa memodifikasi diet, mungkin dengan mengonsumsi probiotik, dapat memengaruhi suasana hati dan perilaku kita," paparnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com