Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Suplemen: Kepercayaan atau Kebutuhan?

Kompas.com - 05/06/2018, 07:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Indikasi vitamin dan suplemen memang tidak bisa dijadikan materi edukasi publik. Itu sebabnya, mengapa dokter tetap menyarankan berbagai makanan alamiah yang sehat seimbang yang merupakan sumber vitamin, mineral, dan antioksidan terbaik.

Bahwa ada kondisi-kondisi kesehatan tertentu yang perlu mendapat percepatan penyembuhan, maka dokter yang mempunyai kompetensi terkaitlah yang akan meresepkan suplemen sesuai dengan kebutuhan personal pasiennya.

Pada kasus anemia misalnya, kerap yang dijadikan tertuduh adalah zat besi. Hampir semua kasus anemia ‘dihajar’ dengan suplementasi zat besi.

Padahal, ada tipe anemia yang disebut ‘non-iron deficiency anemia’ – yang bisa dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium lebih detil dan komprehensif.

Hemoglobin sebagai pengangkut oksigen dalam sel darah merah, dibentuk selain oleh gugus heme-atau senyawa zat besi, juga oleh globin, yaitu protein.

Pada mereka dengan asupan protein yang buruk, atau penyakit kronik misalnya, anemia kerap terjadi walaupun persediaan zat besi dalam tubuh justru tinggi, karena yang rendah adalah total iron binding capacity – atau kapasitas total kemampuan mengikat zat besi-nya.

Baca juga: Kebiasaan Salah Menuai Sekian Masalah

Jadi, pada penderita seperti ini jika ‘dihajar’ oleh suplementasi zat besi, yang terjadi justru masalah baru: siderosis – yaitu deposit zat besi di berbagai organ dan jaringan tubuh, termasuk mata dan otak.

Begitu pula ‘kerajinan membaca kisah-kisah kesehatan’, tanpa berkonsultasi dengan pakar yang kompeten, kerap membuat awam terjebak dalam situasi ‘mengobati diri sendiri’.

Yang paling aktual terjadi belakangan ini adalah penyalahgunaan vitamin D. Vitamin D dikenal sebagai ‘the sunshine vitamin’.

Jadi alangkah ironisnya, bila di negeri yang kaya matahari, sehingga solar power di atas genting rumah bisa menjadi sumber tenaga listrik - tapi penduduknya harus mengasup kapsul vitamin D.

Sebagai vitamin larut dalam lemak, kelebihan vitamin D bukan tanpa bahaya. Nyeri tulang, kehilangan massa otot, hingga risiko batu ginjal bukan kabar baik tentunya.

Baca juga: Mengapa Harus Mengandalkan Makanan Kemasan di Negeri yang Kaya?

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com