KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi menetapkan kecanduan game sebagai penyakit gangguan mental, Senin (18/6/2018).
Berkaitan dengan kecanduan game, WHO memasukkannya ke daftar "disorders due to addictive behavior" atau penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan atau kecanduan.
Menurut WHO, gangguan game dianggap merupakan penyakit mental jika memenuhi tiga hal.
Pertama, "gangguan mengontrol keinginan main game". Menurut terapis kecanduan Paul Hokemeyer Ph.D, ini merupakan kondisi saat seseorang tidak bisa mengendalikan keinginannya, bahkan jika tahu efek negatifnya.
Kedua adalah "naiknya prioritas untuk main game dibanding aktivitas lain sehingga main game mengalahkan minat dan kegiatan harian."
Sebagai cantoh adalah anak-anak yang memilih main game sendirian dibanding bermain di luar bersama teman, makan, mandi, atau tidur.
"Pada dasarnya ia menganggap main game lebih utama dibanding aktivitas harian lain yang sebenarnya juga menyenangkan," kata Hokemeyer seperti dikutip Livestrong.
Baca juga: Kecanduan Gawai Jadi Penyebab Pernikahan Tak Harmonis
Aspek yang ketiga adalah "adanya peningkatan main game walau sudah tahu efek negatifnya."
Untuk bisa dikategorikan sebagai penyakit mental, perilaku kecanduan game itu secara signifikan telah merusak fungsi-fungsi normal dalam hal personal, sosial, pendidikan, pekerjaan, atau area penting lainnya, selama sekitar 12 bulan.
Hokemeyer menjelaskan, walau kita mungkin hanya sesekali bermain game sampai lupa waktu, tapi jangan dianggap enteng.
"Seperti kecanduan lainnya yang bertambah dengan cepat, demikian juga dengan kecanduan game," katanya.
Hal ini terutama pada anak-anak dan remaja. "Secara alami otak anak dan remaja lebih gampang menyerap kegembiraan dan stimulasi berlebihan," katanya.
Menurut Dr.Vladimir Poznyak dari Departemen Mental Health and Substance Abuse WHO, terapi dan intervensi untuk kecanduan game meliputi terapi, dukungan sosial dan keluarga.