Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/10/2018, 07:31 WIB
Nabilla Tashandra,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

Kasus dua anak kecanduan gawai di Bondowoso awal tahun ini memantik kesadaran banyak pihak bahwa ancaman kecanduan gadget alias gawai adalah hal yang nyata dan mengancam kesehatan jiwa seseorang jika tidak digunakan secara proporsional.

Anak yang dirawat di Poli Jiwa Rumah Sakit Umum Daerah Koesnadi Bondowoso, Jawa Timur itu menunjukkan gelagat seperti layaknya orang yang kecanduan narkotika.

Seperti diberitakan, kedua anak tersebut sudah tergolong kecanduan gawai tingkat akut. Salah satunya bahkan membentur-benturkan kepalanya ke dinding ketika sangat ingin menggunakan gawai namun tak diizinkan oleh orangtuanya.

Praktisi Kesehatan Jiwa dari Universitas Atma Jaya dr. Eva Suryani, Sp. KJ membagi konsekuensi adiksi perilaku menjadi dua, yakni konsekuensi fisik dan non-fisik.

Konsekuensi fisik dari keinginan terus main dengan gawainya tanpa kenal waktu, misalnya mengalami obesitas, cedera akibat terlalu lama menggunakan gawai seperti Carpal Tunnel Syndrome, gangguan tidur yang berakibat kurangnya konsentrasi, dan pola makan yang berantakan.

Sementara konsekuensi non-fisik lebih mengarah pada emosional seseorang. Misalnya, memburuknya relasi dengan orang-orang sekitar, menurunnya tingkat kesantunan, hingga etos belajar yang rendah.

Pada kasus kecanduan gawai di Bondowoso, korban menjadi agresif dengan marah-marah dan membenturkan kepala ke dinding.

“Kalau sudah sampai adiksi dia akan melakukan segala cara, itu dampaknya bahkan bisa ke dampak hukum karena melakukan tindak kriminal tertentu,” kata Eva.

Meski begitu, Eva memandang penggunaan teknologi lewat gawai sebetulnya bisa dilihat sebagai sebuah inovasi positif yang membantu kehidupan sehari-hari manusia. Oleh karena itu, masyarakat idealnya tak semata melihat gawai sebagai sumber masalah.

“Kita juga jangan overdiagnosis karena smartphone pun membantu kita semua. Ada fungsi positif tapi bagaimana caranya agar kita bijaksana, itu yang penting,” kata Eva.

Namun, saat ini gawai sudah dipandang sebagai sebuah benda yang wajar dimiliki setiap orang. Jadi, apa saja sebetulnya gejala-gejala kecanduan gawai tersebut?

IlustrasiThinkstock/Vadimguzhva Ilustrasi
Gejala candu gawai

Saat ini, tingkat kecanduan gawai bisa diukur salah satunya menggunakan Internet Addiction Test (IAT) oleh Kimberly Young.

Kepala Departmen Medik Kesehatan Jiwa RSCM-FKUI, dr. Kristiana Siste Kurniasanti, SpKJ (K) menjelaskan, pada tes tersebut, seseorang yang diindikasikan mengalami kecanduan gawai akan diminta mengisi sebuah kuisioner untuk menentukan apakah gejala kecanduannya tergolong ringan, sedang atau berat.

Namun, saat ini Siste bersama rekan-rekannya di RSCM tengah mengembangkan kuisioner sejenis versi Indonesia untuk mengukur tingkat adiksi internet pada remaja.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com