Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/10/2018, 22:00 WIB
Nabilla Tashandra,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Ny. Tjoa Giok Tjiam adalah pengusaha batik peranakan Tionghoa yang pertama kali mempopulerkan Batik Tiga Negeri.

Dimulai sejak tahun 1910, Batik Tiga Negeri keluarga Tjoa diproduksi selama tiga generasi hingga 2014.

Meski tak lagi diproduksi, Batik Tiga Negeri keluarga Tjoa terbilang tak mahal.

Ketua penyelenggara Pameran Batik Tiga Negeri di Dharmawangsa Hotel beberapa waktu lalu sekaligus kolektor batik, Dwita Herman menjelaskan, ada dua genre Batik Tiga Negeri keluarga Tjoa.

Genre tersebut adalah pembatikan kopi tutung dan pembatikan biasa.

Baca juga: Harapan di Balik Lahirnya Museum Batik 3 Negeri di Lasem

Pembatikan kopi tutung sangat halus dan memiliki motif cokelat tua. Sementara pembatikan biasa harganya cenderung lebih murah, dan memiliki warna cokelat kekuningan.

“Kalau kopi tutung sangat halus bisa Rp 10-15 juta. Tapi Tiga Negeri biasa sekitar Rp 1-2,5 juta,” kata Dwita saat dihubungi Selasa (30/10/2018).

Hal itulah yang membuat para kolektor batik kepincut dengan Batik Tiga Negeri keluarga Tjoa.

Dengan harga yang terbilang tidak mahal, kualitas batik mereka dinilai sangat baik dan memiliki latar yang unik.

Menurut Dwita, para anggota keluarga Tjoa kerap menciptakan latar sendiri yang kemudian menjadi ciri khas mereka.

Salah satu generasi ketiga keluarga Tjoa, Tjoa Siang Swie (kanan) bersama istrinya Sie Hing Kwan ketika menghadiri acara talkshow Batik Tiga Negeri di Dharmawangsa Hotel, Jakarta Selatan, Sabtu (27/10/2018). KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Salah satu generasi ketiga keluarga Tjoa, Tjoa Siang Swie (kanan) bersama istrinya Sie Hing Kwan ketika menghadiri acara talkshow Batik Tiga Negeri di Dharmawangsa Hotel, Jakarta Selatan, Sabtu (27/10/2018).

“Ada latar seperti obat nyamuk, dan lain-lain. Jadi mereka menamai latarnya sendiri dan itu khasnya keluarga Tjoa,” ucap pemilik galeri Buana Alit di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan itu.

Masing-masing generasi memiliki ciri khas motifnya sendiri.

Inovasi terbanyak dilakukan oleh generasi ketiga, terutama dalam hal tata warna dan isen-isen latar atau tanahan.

Latar kain yang awalnya berwarna soga dengan isen-isen ukelan sudah berganti menjadi warna hijau, biru, biru muda, hijau muda, merah marun, dan ungu.

Baca juga: Mengenal Mahakarya Batik 3 Negeri yang Melegenda...

Batik buatan Tjoa Siang Swie, misalnya, mengembangkan motif utama tak hanya berupa buketan, tetapi juga motif baru seperti merak dengan ekor yang mengembang (dancing peacock).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com