Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/01/2019, 09:40 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Selama ini kita selalu dinasehati untuk berbuat baik kepada semua makhluk hidup. Dengan berbuat baik, kita juga akan lebih bahagia. 

Namun, riset terbaru juga mendapati bahwa orang-orang yang baik hati ternyata juga lebih mudah depresi.

Riset yang diterbitkan dalam jurnal Nature Human Behavior menemukan, orang-orang yang baik biasanya peka terhadap ketidakadilan dan ketimpangan. Nah ketika mereka melihat adanya ketidakadilan, orang-orang baik cenderung lebih tertekan dibanding orang egois.

Riset ini dipimpin oleh Dr Masahiko Haruno dengan meneliti apakah pola pikir "pro-sosial" berkaitan dengan gejala klinis jangka panjang dari depresi.

Pola pikir "pro-sosial" dalam riset ini didefinisikan sebagai kesediaan untuk mengorbankan diri demi kesetaraan.

Riset diikuti oleh hampir 350 orang yang melakukan tes kepribadian untuk menentukan apakah mereka termasuk individu "pro-sosial" atau individualis.

Periset juga mengukur keinginan peserta untuk berbagai uang yang mereka miliki dengan orang yang kurang beruntung.

Dengan memeriksa otak pro-sosial dan individualis menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (MRI), peneliti dapat melihat area otak mana yang diaktifkan selama situasi tertentu.

Ternyata, gambaran otak sangat berbeda antara kedua tipe kepribadian tersebut.

Saat diminta berbagi uang yang dimiliki, orang dengan pribadi pro-sosial menunjukkan aktivitas tinggi di amigdala, wilayah evolusi otak yang terkait dengan perasaan otomatis, termasuk stres.

Sementara itu, mereka yang berjiwa individualis mengalami peningkatan aktivasi amigdala hanya ketika orang lain menerima lebih banyak uang, lebih karena merasa iri hati.

Perbedaan juga terletak pada aktivitas hippocampus, daerah otak primitif lain yang terlibat dengan respons stres otomatis.

Para peneliti kemudian melakukan pemeriksaan dengan menggunakan kuesioner depresi umum yang disebut Beck Depression Inventory.

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat apakah pola aktivitas otak ini dikaitkan dengan gejala depresi dalam dua minggu sebelumnya.

Hasil menunjukan, mereka yang memiliki jiwa prososial, dikaitkan dengan lebih banyak depresi.

Baca juga: Orang Baik Mudah Bangkrut, Percaya?

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com