Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dara Nasution

Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Ia lulus dari FISIP Universitas Indonesia pada tahun 2017.

Mengapa Anak Muda "Fall in Love With People We Can’t Have"?

Kompas.com - 20/02/2019, 10:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Sementara untuk kategori penganggur dan setengah penganggur muda, angkanya juga menurun dari 33 persen menjadi 29 persen di periode yang sama.

Dari fakta ini saja sudah terlihat bahwa alasan himpitan ekonomi untuk fenomena jomblo apalagi falling in love with people we can’t have sudah terbantah dengan sendirinya.

Namun Chatib Basri juga menunjukkan bahwa ternyata penurunan penganggur muda itu lebih banyak terjadi pada lulusan SMA ke bawah atau kalangan yang lebih miskin.

Sementara lulusan SMA ke atas pengangguran masih stabil bahkan cenderung meningkat. Bagaimana itu bisa terjadi? Penjelasan mantan Menteri Keuangan Indonesia ini menarik dan relevan dengan topik tulisan ini.

Salah satu penjelas, menurut Basri, mengapa lulusan SMA ke atas terlihat lebih susah mencari pekerjaan adalah karena kelompok ini lebih selektif.

Mereka menerapkan standar yang lebih tinggi pada pekerjaan yang mereka inginkan. Sementara kalangan lulusan SMA ke bawah tidak terlalu pusing soal jenis dan bahkan jumlah pendapatan dari pekerjaan yang mereka kejar. Asal bisa hidup, cukuplah.

Standar tinggi

Penjelasan ekonom terbaik Indonesia ini sangat masuk akal.

Namun pertanyaan penting yang tidak terjawab oleh artikel itu adalah mengapa kalangan muda yang lebih terdidik itu menerapkan standar yang lebih tinggi yang pada akhirnya mereka mau mengambil resiko menunda mendapatkan pekerjaan demi memenuhi ekspektasi mereka? 

Apa yang menyebabkan mereka memiliki imajinasi yang lebih tinggi?

Para ekonom selalu bicara bahwa tindakan ekonomi ditentukan oleh ekspektasi tentang masa depan. Jika publik merasa di masa depan keadaan akan lebih baik, mereka akan berani mengambil resiko untuk membuka usaha atau berinvensitasi. Sebaliknya, jika publik merasa di masa depan ekonomi akan memburuk, kemungkinan mereka tidak akan berani mengambil resiko dan akan bersiap untuk kemungkinan yang buruk itu.

Nampaknya asumsi ini berlaku pada anak-anak muda terdidik yang menunda pekerjaan yang ada untuk mengejar yang lebih sesuai dengan ekspektasi mereka. Hal ini mungkin terjadi karena ada optimisme masa depan akan lebih baik.

Dalam banyak survei opini publik, masyarakat Indonesia secara umum memiliki pandangan yang positif tentang ekonomi. Mereka menganggap ekonomi kian hari kian membaik. Berdasarkan ekspektasi positif inilah anak-anak muda Indonesia membangun impian.

Ekspektasi yang tinggi itu mungkin terjadi karena dua hal yang bertemu.

Pertama, pendidikan dan akses informasi yang lebih baik membuat kelompok milenial memiliki kapabilitas dan skill yang lebih baik.

Kedua, Indonesia menganut sistem demokrasi di mana publik bisa memaksimalkan potensinya untuk meraih impian yang mereka inginkan.

Bertemunya kualitas sumber daya yang baik dan kebebasan sosial membuka jendela yang demikian luas bagi segala kemungkinan. Ada begitu banyak opsi masa depan yang bisa diraih. 

Mengapa harus terburu-buru?

Cinta yang paling keras kepala

Fenomena anak-anak muda Indonesia yang menunda mendapatkan pekerjaan ini pula terjadi pada kasus fenomena hidup lajang.

Mereka menunda menerima pasangan yang tersedia untuk mendapatkan yang lebih. Mereka berani mengambil resiko hidup melajang untuk sementara ini karena mereka percaya diri bisa mendapatkan yang lebih.

Berbeda dengan Gamal atau sejumlah orang yang cenderung menempatkan tindakan ini sebagai perilaku putus asa, falling in love with people we can't have justru menggambarkan optimisme luar biasa.

Anak-anak muda, berani menetapkan target jauh di atas kemampuannya hari ini. Mereka tidak mudah puas dengan apa yang bisa dimiliki hari ini. We strive for the better ones.

Kami yakin suatu saat nanti, people we can't have akan jadi people we can have.

Lalu dalam optimisme itu, dan didukung oleh fasilitas yang ada, kami memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri. Infrastruktur yang terbangun di mana-mana memungkinkan kami bergerak lebih mudah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com