Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/02/2019, 09:31 WIB
Wisnubrata

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Selama hampir lima belas tahun terakhir, Clarks dianggap sebagai brand sepatu yang hanya cocok dipakai orang-orang tua.

Walau nyaman dipakai, namun desainnya yang kuno membuat kebanyakan orang, termasuk kamu, mungkin lebih memilih mengenakan sneakers kekinian untuk menemani aktivitas sepanjang hari, entah itu bekerja, hang out, atau jalan-jalan.

Hanya segelintir orang yang masih memakai Clarks, itupun karena alasan nostalgia atau benar-benar mencari sepatu yang nyaman di kaki, bukan karena gengsi ingin dipuji.

Tak heran pula jika tahun lalu Clarks menutup semua outletnya di Indonesia, setelah didahului dengan diskon besar-besaran. Brand sepatu asal Inggris itu seolah menyerah pada pasar di tanah air yang dipenuhi pemain-pemain muda.

Namun benarkah brand yang menciptakan sepatu ikonik Desert Boots itu benar-benar angkat tangan? Ternyata tidak. Akhir tahun lalu, Clarks kembali ke Indonesia dengan konsep baru dan partner berbeda.

Guillaume Nagy, president Clarks untuk South East Asia dan Oceania.Kompas.com/Wisnubrata Guillaume Nagy, president Clarks untuk South East Asia dan Oceania.
"Sebelumnya, meski semua orang mengenal Clarks, tapi persepsi terhadap brand ini adalah old fashion. Orang tahu bahwa Clarks membuat sepatu yang nyaman dipakai, tapi kebanyakan penggunanya adalah dari usia tertentu," ujar Guillaume Nagy, president Clarks untuk South East Asia dan Oceania.

Nagy yang berbincang-bincang dengan Kompas.com saat meresmikan gerai Clarks di Pondok Indah Mal mengakui bahwa brand ini seolah terputus dari konsumen selama 15 tahun.

Menurutnya, akar dari masalah tersebut sebenarnya sederhana. Sejak tahun 2000 hingga 2015, brand ini tidak benar-benar melakukan inovasi.

"Kami fokus pada pembuatan sepatu yang nyaman tanpa memperhatikan bahwa konsumen berubah, dan apakah produk yang kita buat adalah sepatu yang ingin dibeli konsumen," paparnya dalam bahasa Inggris dengan logat Prancis yang kental.

"Kami terbiasa mendikte konsumen. Kami yang punya brand, maka kami akan menentukan apa yang sebaiknya dipakai pembeli. Pembeli harus percaya pada kami," lanjutnya.

Dari kuno jadi modern

Clarks Trigenic, salah satu koleksi terbaru ClarksKompas.com/Wisnubrata Clarks Trigenic, salah satu koleksi terbaru Clarks
Ternyata pendekatan seperti itu ketinggalan jaman, karena konsumen modern memiliki selera dan keinginan sendiri. Mereka bahkan bisa mengarahkan brand untuk membuat sepatu sesuai apa yang mereka inginkan. Dan beberapa brand meraih kesuksesan karena menempatkan konsumen sebagai fokus inovasinya.

Sementara Clarks adalah perusahaan yang kental dengan tradisi sejak berdiri 193 tahun yang lalu. Brand ini memerlukan 10 hingga 15 tahun untuk memahami perubahan perilaku konsumen. Ini yang memberi dampak negatif pada penjualannya.

Untunglah pada tahun 2015, ada perubahan kepemimpinan di perusahaan. Clarks yang merupakan perusahaan keluarga, untuk pertama kalinya melakukan pendekatan berbeda terhadap pasar.

"Untungnya juga bahwa saat itu kerjasama Clarks dengan operator sebelumnya di Indonesia segera berakhir," lanjut Nagy.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com