Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/09/2019, 21:13 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com – Banyak orangtua yang cemas melihat buah hati mereka asyik memainkan gawai selama berjam-jam. Membuat batasan durasi waktu merupakan cara yang biasanya diterapkan agar anak tidak kecanduan gadget.

Sebenarnya cukup beralasan jika orangtua membuat batasan penggunaan gawai, karena kebanyakan masyarakat, termasuk anak-anak, masih memanfaatkan gadget hanya untuk bermain, ketimbang membuat sesuatu yang kreatif.

“Selama ini masyarakat Indonesia lebih banyak menjadi konsumen teknologi, belum menjadi inovator atau pencipta,” kata pengamat pendidikan dan sains, Indra Charismiadji dalam diskusi bertajuk “Sains Digital Dari dan Untuk Anak Indonesia” yang digelar oleh Kalbe Farma di Jakarta (6/9/2019).

Ia menambahkan, pendidik dan orangtua di Indonesia kebanyakan masih menganggap gawai sebagai hal negatif dan sebagai sarana hiburan.

“Karena orangtua biasanya tidak tahu apa positifnya dari gawai. Ini karena gawai hanya dipakai untuk hiburan, tidak dimanfaatkan sesuai tujuannya,” kata Indra.

Baca juga: Jangan Cuma Melarang Anak Main Gawai, Orangtua Harus Melek Teknologi

Menurutnya, banyak orangtua yang tidak tahu bahwa laptop dan komputer adalah alat kerja masa kini.

Jika anak-anak dibangkitkan rasa ingin tahunya, diberi tantangan, tentu mereka bisa memanfaatkan gawai untuk sesuatu yang lebih produktif. Misalnya saja mengajak anak membuat games sederhana.

“Jadi, anak kita geser dari pengguna menjadi pecipta, dan ini kuncinya ada di orangtua,” ujarnya.

Pengamat pendidikan dan sains, Indra Charismiadji (kedua dari kiri), M.Hafizh Bayhaqi (pembuat aplikasi), dan Direktur R&D Kalbe Farma, Pre Agusta, dalam acara talkshow di Jakarta (6/9/2019).Kompas.com/Lusia Kus Anna Pengamat pendidikan dan sains, Indra Charismiadji (kedua dari kiri), M.Hafizh Bayhaqi (pembuat aplikasi), dan Direktur R&D Kalbe Farma, Pre Agusta, dalam acara talkshow di Jakarta (6/9/2019).

Laporan Forum Ekonomi Dunia 2018 menyebutkan, 65 persen anak yang sekarang duduk di bangku SD, nantinya akan bekerja di bidang yang sekarang bahkan belum ada.

“Hanya 35 persen pekerjaan yang masih tersisa, yang 65 persen dituntut untuk jadi pencipta kerja, bukan pencari kerja,” kata Indra.

Ditegaskan oleh Direktur R&D PT.Kalbe Farma, Pre Agusta, kunci untuk memenangkan persaingan adalah inovasi, terlebih di era teknologi informasi seperti sekarang.

Karena itu pada gelaran Kalbe Junior Scientist Awards (KJSA) 2019 ini tema yang diangkat adalah dunia digital.

“Digital berarti dua hal, yakni cara berpikir misalnya dengan big data dan algoritma, serta alatnya misalnya dengan internet dan gawai,” kata Pre Agusta.

Inovasi yang dicari di KJSA, menurutnya tidak harus yang canggih, tetapi yang bermanfaat dan membuat kehidupan lebih baik. Ia mencontohkan temuan salah satu peserta KJSA terduhulu, yaitu Sajadah Detektor Shalat.

“Penemunya terinspirasi dari pengalaman neneknya yang suka lupa sudah berapa rakaat yang dijalaninya saat shalat. Nah, tahun ini kita coba perbanyak temuan di bidang digital, tidak harus yang canggih sekali, yang penting cara berpikirnya digital,” ujarnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com