Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/11/2019, 20:48 WIB
Nabilla Tashandra,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mungkin tak banyak yang menyangka jika keong darat memiliki banyak manfaat di bidang kesehatan. Salah satunya adalah penyembuh luka.

Untuk mendapatkan khasiat tersebut, hal yang harus dilakukan adalah menempelkan badan keong ke area luka untuk membuatnya berhenti mengeluarkan darah karena membeku.

Secara khusus, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. rer. nat. Ayu Safitri Nurinsyah, M.IL., M.Sc melakukan penelitian lebih luas terhadap spesies Keong Darat Jawa yang memiliki aktivitas antimikroba terampuh dari protein mucus atau lendirnya.

"Semakin saya baca dan dalami, semakin muncul fakta menarik bahwa keong banyak sekali manfaatnya bagi manusia," kata Ayu di Auditorium Kemenristekdikti, Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (26/11/2019).

Ayu menambahkan, di Indonesia sendiri setidaknya terdapat 1.800 spesies keong darat, di mana 17 persennya berada di Pulau Jawa. Pada pengetahuan lokal, keong banyak digunakan sebagai pakan ternak karena tinggi protein.

Lendir dan badan keong juga digunakan untuk mengobati penyakit. Pemanfaatan keong ternyata juga sudah dilakukan di luar negeri. Pada zaman Yunani Kuno, misalnya, keong bahkan digunakan sebagai bahan baku kosmetik.

"Saya meyakini, banyaknya spesies keong di Indonesia ke depannya dapat memberikan solusi untuk tantangan yang ada saat ini," katanya.

Berkat penelitiannya tentang manfaat keong darat, Ayu diganjar penghargaan L'Oreal-Unesco for Women in Science (FWIS) 2019.

Baca juga: LIPI Temukan 16 Spesies Baru Keong Darat dari Berbagai Daerah di Jawa

Selain Ayu, ada tiga ilmuwan perempuan lainnya yang juga menerima penghargaan tersebut karena inovasi ilmiahnya.

Mereka adalah Dr. Sc. Widiastuti Karim, M.Si dengan studi fungsi biologi Green Fluorescent Proteins (GFP) untuk mengatasi pemutihan karang.

Kemudian Dr. Swasmi Puwajanti, M.Sc dengan eksplorasi pengembangan super nanoadsorben multi-fungsi berbasis magnesium oxide dari bittern untuk dekontaminasi air yang lebih efisien, serta Dr. Eng. Osi Arutanti, M.Si dengan eksplorasi alternatif fotokotalis material yang efisien dan dapat diaktivasi dengan tenaga surya.

Ketua Komisi Nasional Indonesia untuk Unesco, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Arief Rachman dalam kesempatan yang sama menyinggung data Unesco Institute for Statistics, di mana angka ilmuwan perempuan tergolong rendah jika dibandingkan dengan ilmuwan laki-laki.

Meski begitu, ada peningkatan jumlah dari tahun ke tahun.

"Melalui program ini, kami berharap dapat mendukung para ilmuwan perempuan untuk memberikan kontribusi nyata dalam mengembangkan masa depan yang lebih baik bagi Indonesia," kata Arief.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com