BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou

Tolak Operasi, Wanita Ini Malah Sembuh dari Kanker Ovarium

Kompas.com - 06/12/2019, 12:59 WIB
Hotria Mariana,
Kurniasih Budi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Kedua wanita ini tak pernah menyangka bahwa gejala kembung yang selama ini mereka rasakan adalah kanker ovarium.

Adalah Winda Fitrianah Muchlis (41) dan Rumani Marwina (73). Mereka adalah survivor kanker ovarium. Kepada Kompas.com, kedua wanita ini menceritakan pengalamannya terkait penyakit tersebut.

Dimulai dari Winda. Wanita berdarah Makassar ini memang sering kali mengalami gejala tidak enak pada perutnya, seperti kembung – sensasi penuh akibat penumpukan gas, dan keram laiknya wanita sedang datang bulan. Bahkan, tak jarang rasa pegal di area pinggul juga ia rasakan.

Meski begitu, Winda tak terlalu ambil pusing. Ia menganggap rasa sakit tersebut lantaran sakit maag akut yang dideritanya sejak 10 tahun lalu.

Jadilah ibu empat anak ini hanya mengkonsumsi obat-obatan pereda sakit maag tiap kali perutnya kesakitan.

Hingga pada suatu saat obat-obatan itu tak mampu lagi menghilangkan rasa sakitnya. Ini terjadi ketika dirinya sedang menemani sang suami dinas di Bandung.

“Waktu itu jam dua dini hari, perut saya sakit banget sampai kesulitan bernafas. Akhirnya saya dibawa ke klinik terdekat. Saya langsung minta suntik, karena sebelumnya sudah coba minum obat tapi tidak mempan,” tutur Winda, Kamis (21/11/2019).

Meski sempat mereda, namun keesokan harinya rasa sakit itu kembali menyerang. Winda akhirnya memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan pergi memeriksakan diri ke rumah sakit.

Hasil pemeriksaan Ultrasonography (USG) abdomen dan Computerized Tomography (CT) scan menunjukkan adanya tumor berukuran sembilan sentimeter di ovarium kiri.

“Awalnya dinyatakan stadium 1B, tetapi sembilan bulan kemudian terjadi penyebaran ke kelenjar getah bening dan sekitar dada, dan dokter menyatakan kanker ovarium stadium 4,” kata Winda.

Nelson (78) dan istrinya, Rumani (73) yang merupakan mantan pengidap penyakit kanker ovarium stadium empat.Kompas.com/Hotria Mariana Nelson (78) dan istrinya, Rumani (73) yang merupakan mantan pengidap penyakit kanker ovarium stadium empat.

Jenis kanker tersebutlah yang juga diderita Rumani Marwina, warga Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Di usianya yang hampir senja, ia divonis kanker ovarium stadium empat.

Sama seperti Winda. Rumani memang sering mengalami sakit perut di bagian kanan bawah, dan kerap kali disertai kembung. Bahkan, semakin lama ukuran perutnya ikut membesar. Ini ia alami selama hampir enam bulan.

Tak tahan dengan kondisi tersebut, pada Desember 2016 Rumani memutuskan berobat dan meminta dokter untuk segera mengambil tindakan operasi.

“Ini (operasi) saya ambil supaya sakitnya berhenti,” ucap wanita berdarah Batak itu, Selasa (26/11/2019).

Usai operasi bukan kesembuhan dan ketenangan yang ia dapat. Sebaliknya, dokter malah mengatakan bahwa penyebab sakit Rumani selama ini bukanlah usus buntu seperti diagnosis awal, melainkan kanker ovarium stadium empat.

Nenek dari 11 cucu itu tentu sedih bukan main. Namun beruntung sang suami, Nelson (78) terus menyemangati Rumani untuk tetap sembuh.

ilustrasi kanker ovariumShutterstock ilustrasi kanker ovarium

Kanker ovarium

Setiap perempuan berisiko terkena kanker ovarium. Namun, tak ada yang tahu kapan penyakit silent killer tersebut menyerang.

Dikutip dari Alodokter, kanker ovarium merupakan kanker yang muncul di jaringan indung telur. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita pasca-menopause, yakni usia di atas 50 tahun. Namun tak menutup kemungkinan usia di bawah itu juga bisa terkena kanker ovarium.

Data Globocan 2018 menunjukkan, kanker ovarium menduduki peringkat ketiga kanker yang sering menyerang para wanita setelah kanker payudara dan leher rahim.

Masih dari data sebelumnya, sebanyak 13.310 insiden kanker ovarium terjadi di Indonesia dengan jumlah kematian 7.842 kasus.

Sensasi kembung pada perut - seperti yang dialami kedua wanita di atas - adalah salah satu gejala dari kanker ovarium. Sepintas gejala ini hampir mirip dengan gejala sakit pencernaan, seperti maag dan asam lambung.

Namun, dilansir Healthline, ada gejala kanker ovarium lainnya yang patut Anda waspadai. Di antaranya nyeri panggul, punggung, sering buang air kecil, sembelit, kelelahan, dan nyeri saat berhubungan seksual.

Pengobatan kanker ovarium

Secara umum, penanganan utama kanker ovarium adalah dengan cara operasi dan kemoterapi.

Operasi yang dilakukan adalah mengangkat ovarium, baik salah satu maupun keduanya. Ini tergantung kondisi pasien.

Tak hanya itu. Kadang operasi pengangkatan rahim juga dibutuhkan apabila kanker telah menyebar ke rahim dan jaringan sekitarnya.

Meski menyembuhkan, namun tindakan operasi kanker menimbulkan ragam risiko. Salah satunya penderita tidak bisa memiliki anak lagi.

Sementara itu, kemoterapi dilakukan dengan memberikan obat-obatan untuk membunuh sel kanker. Tindakan ini biasanya akan dikombinasikan dengan operasi dan radioterapi.

Kemoterapi pun menyimpan efek samping. Salah satunya merusak organ baik yang ada dalam tubuh.

Itu terjadi karena obat dimasukkan lewat pembuluh vena, yang mana secara otomatis akan menyebar ke seluruh tubuh.

Beruntung kini teknologi medis semakin berkembang, sehingga tak mengharuskan Winda maupun Rumani menjalani metode pengobatan tersebut. Pun, bagi para penderita kanker ovarium lainnya di luar sana.

Berbekal informasi dan rekomendasi dari kerabat, kedua wanita itu menemukan kesembuhannya di St. Stamford Modern Hospital Guangzhou.

Adapun pengobatan yang mereka jalani berupa metode Intervensi dan Imunoterapi.

Metode intervensi, salah satu pengobatan minimal invasif yang dimiliki St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou.dok. St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou Metode intervensi, salah satu pengobatan minimal invasif yang dimiliki St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou.

Metode Intervensi merupakan salah satu pengobatan minimal invasif alias minim luka yang dimiliki St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou.

Sebenarnya, metode Intervensi sendiri adalah pengobatan kemoterapi namun lebih bertarget. Sebab, dilakukan berkali-kali hingga sel-sel kanker mengecil, bahkan hilang.

Bila dibandingkan kemoterapi konvensional, metode Intervensi terbilang lebih efektif karena obat yang digunakan langsung mengarah ke pusat sel-sel kanker lewat proses kateterisasi.

Pun, dengan cara kerja seperti itu efek samping obat tidak mempengaruhi bagian tubuh lainnya yang sehat, seperti terjadi pada kemoterapi konvensional.

Adapun obat yang digunakan dalam metode Intervensi, yakni obat kemo atau obat herbal.

 metode imunoterapi dok. St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou metode imunoterapi

Selanjutnya adalah metode Imunoterapi yang cara kerjanya menyuntikkan sel imun anti kanker ke dalam tubuh pasien.

Sebagai informasi, sel imun anti kanker tersebut berasal dari darah pasien yang dikembangbiakkan menjadi sel antibodi lewat teknologi Natural Killer Cell (NK Cell).

Selain mematikan sel tumor secara langsung, metode Imunoterapi juga dapat merangsang tumbuhnya sel-sel kekebalan tubuh yang berguna melawan sekaligus mencegah risiko timbulnya kanker kembali.

Bila metode Imunoterapi dikombinasikan dengan metode Intervensi, maka hasil pengobatan penyakit kanker akan lebih maksimal alias sembuh total. Inilah yang akhirnya dirasakan Winda dan Rumani.

Sebagai informasi, St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou merupakan rumah sakit khusus kanker yang berlokasi di Guangzhou, Cina Selatan.

Kantor perwakilannya di berbagai negara. Salah satunya Indonesia yang berada di Jakarta, Surabaya dan Medan.

Sebagai informasi, untuk memudahkan pasien kanker menjalani pengobatan, masing-masing kantor perwakilan tersebut menyediakan layanan pengurusan visa dan tiket pesawat.

Koridor kamar St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou.dok. St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou Koridor kamar St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou.

Selain memiliki teknologi pengobatan kanker terkini, St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou juga menyediakan fasilitas penjemputan di Airport Guangzhou.

Bahkan dari segi perawatan, masing-masing pasien akan ditangani secara khusus oleh satu tim dokter yang dikepalai profesor onkologi (spesialis kanker dan tumor).

Soal bahasa, pasien tak perlu khawatir. St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou menyediakan jasa penerjemah bahasa Indonesia 24 jam, sehingga memudahkan komunikasi pasien saat menjalani pengobatan.

Dari segi fasilitas ruang rawat, rumah sakit menyediakan kamar ekslusif alias tidak bercampur dengan pasien lain. Tersedia dua ranjang di dalamnya, yang bisa ditempati oleh pasien dan satu pendamping. Tersedia pula layanan extra bed dan Very Important Person (VIP) jika diperlukan.

Untuk kemudahan informasi, St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou menyediakan layanan konsultasi online yang bisa diakses di sini.

Ada pula call center di nomor 0812-978-978-59 yang bisa dijangkau melalui telepon atau WhatsApp.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com