Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/03/2020, 19:18 WIB
Wisnubrata

Editor

Sumber

KOMPAS.com - Beberapa waktu yang lalu Presiden Joko Widodo mengumumkan telah memesan 3 juta unit chloroquine atau klorokuin sebagai bekal pengobatan bagi pasien corona.

Kabar tersebut membuat banyak warga memborong chloroquine sekaligus dengan teman-temannya seperti kuinin atau pil kina.

Sebenarnya apa itu klorokuin, apakah sama dengan pil kina? Lalu adakah bahayanya jika kita mengonsumsi sendiri untuk mencegah corona?

Klorokuin adalah obat yang telah lama digunakan untuk mengobati maupun mencegah malaria. Selain itu, obat ini juga digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis dan penyakit autoimun seperti lupus.

Setidaknya ada dua penelitian yang mengamati efek terapi lain dari klorokuin. Penelitian awal yang dilakukan 17 tahun lalu menemukan bahwa klorokuin memiliki aktivitas sebagai antivirus pada beberapa virus seperti flavivirus, retrovirus, dan coronavirus.

Studi tahun 2017 semakin memperkuat pernyataan tersebut di mana klorokuin terbukti efektif untuk mencegah terjadinya replikasi HIV dan juga penyakit yang disebabkan oleh virus lainnya seperti SARS coronavirus.

Atas dasar itulah, klorokuin mulai dicobakan pada pasien-pasien COVID-19 yang merupakan jenis coronavirus terbaru.

Klorokuin diyakini dapat menghambat pertumbuhan virus setelah diamati dapat memengaruhi proses endositosis, yang dalam konteks ini berarti proses masuknya virus ke dalam tubuh.

Pada awalnya virus akan masuk ke dalam sel yang bersifat asam, lalu klorokuin bekerja dengan meningkatkan pH endosomal yang dapat mengganggu kemampuan virus untuk masuk ke dalam sel inang dan mulai mereplikasi.

Artinya keasaman pH pada sel akan diturunkan sehingga mengganggu proses masuknya virus.

Obat ini juga berinteraksi dengan reseptor yang dinamakan angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) selular yang dapat mencegah terikatnya virus pada reseptor tubuh tersebut.

Dalam sebuah laporan konferensi yang diadakan 15 Februari 2020 lalu, pemerintah Cina bersama dengan para peneliti mengumumkan telah menguji klorokuin fosfat pada 100 pasien di 10 rumah sakit di Wuhan, Cina.

Hasilnya menunjukkan bahwa klorokuin fosfat efektif untuk menghambat terjadinya komplikasi pneumonia pada pasien COVID-19.

Selain itu hasil rontgen paru-paru pasien meningkat jadi lebih baik, menghambat penyebaran virus dan memulihkan pasien lebih cepat.

Kontroversi chloroquine sebagai obat COVID-19

Organisasi kesehatan dunia, WHO, 20 Maret 2020 lalu mengumumkan program uji coba bernama “Solidarity” terkait obat yang dapat mengatasi COVID-19.

Klorokuin terdapat pada daftar yang diujicobakan pada program tersebut. Awalnya panitia ragu untuk memasukkan obat ini ke dalam program uji coba tersebut, karena datanya dianggap belum cukup banyak.

Mereka beranggapan bahwa mekanisme pada COVID-19 bisa saja berbeda dari coronavirus lainnya. Pasalnya, klorokuin telah banyak diuji coba pada hewan tetapi tidak pernah berhasil pada manusia.

Dosis yang dibutuhkan untuk memberikan khasiat terapi pada manusia terlalu tinggi hingga dikhawatirkan efek samping yang ditimbulkan pun lebih parah daripada khasiatnya.

Halaman:
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com