KOMPAS.com - Seorang perempuan Rina Hansen, Ph.D., membutuhkan waktu 11 tahun untuk membujuk pemilik Rhanders untuk menjual bisnis tersebut kepadanya.
Rhanders adalah perusahaan sarung tangan legendaris Denmark yang didirikan tahun 1811.
"Saya menjadikan ini sebagai misi hidup saya untuk menghidupkan kembali merek ini, mendokumentasikan sejarahnya, dan berinovasi pada keterampilan pengerjaan."
Demikian penuturan Rina Hansen saat masa isolasi mandiri di sebuah pedesaan di Denmark, seperti dilansir Vogue.
Sedemikian kuat dan gigih niatnya, Hansen datang ke perusahaan tersebut dengan ide membuat sarung tangan pelindung yang mudah dipakai.
Namun tak hanya itu, dia pun ingin membuat sarung tangan yang lebih ramah lingkungan, daripada sarung tangan karet sekali pakai.
Dia mengaku memiliki ide ini sejak lama, kala dia masih tinggal di London. Neneknya datang, dan memberi nasihat untuk menggunakan sarung tangan ketika berpergian.
"Sarung tangan melindungi tangan kita, dan membuat kita tak menyentuh wajah, atau hidung," kata Hansen mengutip pernyatan sang nenek kala itu.
Singkat cerita, setahun setelah sukses mengakuisisi Rhanders, merek ini lalu memperkenalkan sarung tangan kulit dan katun.
Sarung tangan ini dapat dicuci, dengan perawatan antibakteri yang ramah lingkungan, hipoalergenik, dan —menurut literatur perusahaan— mencegah hingga 99,99 persen bakteri patogen dan mikroorganisme.
Gaya baru ini dibuat melalui kolaborasi dengan Micro-Fresh dari Byron Dixon.
Semua inovasi ini dilakukan sebelum masa pandemi global seperti yang terjadi sekarang.
Dan kini, dengan perkembangan dunia saat ini, produk tersebut kian lekat dalam kehidupan masyarakat banyak.
Rhanders telah menyumbangkan produk-produk terbarunya itu kepada para relawan penyelamat, sekolah, dan pengasuh, serta terapis di panti jompo.
Meskipun antibakteri, namun sarung tangan itu tidak setara dengan sarung tangan medis.