Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/12/2020, 10:52 WIB
Maria Adeline Tiara Putri,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Angka balita stunting di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, angka stunting mencapai 27,67 persen.

Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni maksimal 20 persen.

Padahal, stunting dapat mendatangkan masalah bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Dalam jangka pendek, stunting dapat menyebabkan pertumbuhan fisik dan otak kurang optimal, kekebalan tubuh menurun, serta kemampuan kognitif dan prestasi belajar yang rendah.

Sedangkan dalam jangka panjang, stunting berisiko meningkatkan penyakit degeneratif, produktivitas ekonomi yang lebih rendah, dan kualitas kerja yang kurang kompetitif.

Faktor penyebab

Permasalahan stunting bisa muncul sejak bayi berada dalam kandungan karena kurangnya asupan nutrisi pada ibu hamil.

Data menyebutkan, sebanyak 70-80 persen ibu hamil di Indonesia kurang asupan energi dan protein. Padahal, itu adalah modal untuk menghasilkan generasi yang baik.

Selain itu, banyak ibu hamil yang juga mengalami masalah anemia karena kekurangan zat besi.

Baca juga: Dampak Anemia Remaja Putri: Sulit Konsentrasi hingga Risiko Stunting

Hal ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, kematian janin, hingga berat badan lahir rendah pada bayi.

Masalahnya pun tak berhenti sampai di situ. Jika asupan nutrisi ibu tidak memenuhi kebutuhan, otomatis ASI tidak cukup mengandung nutrisi yang dibutuhkan bayi.

Akibatnya, kemungkinan besar bayi mengalami kekurangan nutrisi. Kondisinya bisa bertambah parah saat bayi mulai memasuki periode MPASI.

Di masa ini, bayi rentan mengalami kekurangan nutrisi karena makanan yang diberikan tidak mencukupi kebutuhannya.

Status gizi ibu

Ahli gizi Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH mengatakan, kekurangan nutrisi terutama di 1.000 hari pertama kehidupan berdampak besar pada pertumbuhan anak di masa mendatang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com