Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Sepelekan Keluhan Jantung Berdebar, Waspadai Aritmia

Kompas.com - 11/01/2021, 19:41 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com – Jantung yang berdebar-debar memang tak selalu menunjukkan kondisi berbahaya, tetapi tetap jangan diabaikan. Sebab jantung berdebar merupakan gejala tersering dari aritmia atau gangguan irama jantung.

Aritmia terjadi karena gangguan produksi impuls atau tidak normalnya penjalaran impuls listrik ke otot jantung. Jadi, irama jantung berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau tak teratur.

Menurut dr.Sunu Budhi Raharjo Sp.JP(K), awalnya gejala jantung berdebar hanya muncul sekali-kali, lalu menjadi sering.

“Awalnya keluhannya pendek, singkat-singkat, tapi lama-lamai keluhan berdebar jadi sering. Karenanya perekaman irama jantung terkadang sullit,” kata kata Sunu dalam acara webinar yang diadakan RS Heartology beberapa waktu lalu.

Ada beberapa jenis aritmia, tetapi yang sering dijumpai adalah Fibrilasi atrium (FA), yaitu kondisi ketika jantung berdetak lebih cepat dan tidak teratur.

Baca juga: 3 Hal untuk Cegah Stroke Akibat Kelainan Irama Jantung Aritmia

Walau jantung berdebar tidak sering muncul, menurut Sunu setiap keluhan jantung berdebar jangan diabaikan.

“Jangan disepelekan karena 30 persen jantung berdebar adalah gejala aritmia. Harus diperiksa dan dipastikan itu bukan aritmia,” imbuh dokter jantung dengan sub speliasisasi intervensi elektrofisologi ini.

Gejala lain aritmia antara lain pingsan, dada terasa tidak nyaman, pusing, hingga kematian mendadak.

Untuk mendiagnosis aritmia memerlukan beberapa tahapan, antara lain dokter akan merekam denyut jantung dengan EKG (elektrokardiogram).

Mereka yang beresiko tinggi menderita aritmia adalah orang berusia di atas 40 tahun, menderita hipertensi, diabetes, atau memiliki kalainan katup jantung.

Baca juga: Asam Lambung Naik Bisa Sebabkan Jantung Berdebar, Benarkah?

Risiko stroke

Dijelaskan oleh Sunu, aritmia terjadi ketika aliran listrik yang memengaruhi kecepatan jantung bermasalah.

“Detak jantung yang terlalu cepat bisa meningkatkan risiko stroke sampai lima kali lipat dan risiko kematian mendadak sampai tiga kali lipat. Padahal, kondisi ini bisa dicegah dengan terapi yang tepat,” papar Sunu.

Pengobatan lini pertama untuk aritmia jantung adalah obat-obatan. Meski begitu, saat ini rekomendasi utama dari para dokter jantung adalah ablasi.

Menurut Sunu, tindakan ablasi adalah tindakan noninvasive atau tidak membutuhkan pembedahan yang dilakukan dengan kateter yang dimasukkan sampai ke jantung untuk memperbaiki sumber listrik di sekitar jantung.

“Sumber pemicu sirkuit listrik yang tidak normal di jantung diblok. Titik-titik yang diablasi ini banyak dan memerlukan detil,” katanya.

Dengan teknik ablasi yang baru, yaitu HD Grid 3D Mapping system, risiko kekambuhan fibrilasi atrium bisa dicegah.

Baca juga: Kecepatan Naik Tangga Bisa Ungkap Kondisi Jantung

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com