Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stevia, Sumber Gula Bebas Kalori yang Bisa Ditanam di Rumah

Kompas.com - Diperbarui 08/10/2022, 09:49 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Stevia merupakan tanaman yang dapat dijadikan sumber gula karena kandungan pemanis alaminya.

Daun ini masuk dalam kategori non-nutritif yang artinya tidak mengandung kalori sama sekali sehingga aman untuk tubuh.

Stevia kerap dijadikan sebagai bahan pengganti gula di berbagai produk kemasan untuk penderita diabetes maupun yang sedang diet.

Baca juga: Penting, Berbagai Nama Samaran Gula di Label Kemasan Makanan

Hal ini tak lain dari efek daun bernama latin stevia rebaudiana tersebut yang dikatakan baik dalam mengontrol kadar insulin dan glukosa dalam darah.

Selain itu, bubuk daun stevia juga dapat mengelola kadar kolestrol seseorang.

Penelitian tahun 2009 membuktikan jika seseorang yang rutin mengkonsumsi 20 mililiter ekstrak stevia selama sebulan mengalami penurunan kadar kolestrol tanpa efek samping negatif.

Ekstrak tanaman ini juga bisa mengurangi pertumbuhan kanker payudara juga risiko penyakit mematikan lainnya seperti leukimia, ginjal dan paru-paru.

Meski demikian, belum ada penelitian menyeluruh akan dampak negatif soal konsumsi tanaman ini.

Karena itu konsumsi secara intens tidak dianjurkan khususnya jika sedang dalam kondisi hamil atau memiliki penyakit bawaan tanpa konsultasi dokter. 

Baca juga: Pemanis Bukan Cuma Gula, Kenali 7 Jenisnya

Stevia memiliki rasa manis 300 kali lipat dari gula

Tanaman ini mengandung glikosida steviol, stevioside dan rebaudioside A.

Karena itu rasa manisnya bisa 300 kali lipat dibandingkan gula biasa meski tidak mengandung kalori.

Hanya saja rasa manis yang dihasilkan memiliki tambahan sedikit rasa pahit di ujung.

Baca juga: Sebagai Pengganti Gula, Apakah Stevia Aman Dikonsumsi?

Penggunaan stevia sebagai pemanis sebenarnya juga bukan hal yang baru karena sudah dilakukan oleh Suku Guarani sejak 1.500 tahun silam.

Bangsa asli Paraguay itu kerap menggunakannya sebagai tambahan dalam teh, makanan, kue dan obat herbal.

Bangsa Eropa dan Jepang kemudian mulai memanfaatkannya setelah tahun 1800.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com